Konsumsi India & Uni Eropa Terancam Turun, Harga CPO Ambles

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) kontrak berjangka atau futures terkoreksi pada hari ini, Selasa (31/3/2020), seiring dengan makin mengganasnya pandemi COVID-19 di seluruh dunia

Harga CPO kontrak pengiriman Juni 2020 di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) turun 21 ringgit atau 0,86% ke level RM 2.420/ton. Harga CPO melemah usai ditutup menguat kemarin di level RM 2.441/ton.

Harga CPO terkoreksi seiring dengan terjadinya lonjakan kasus infeksi COVID-19 secara global. Dalam satu hari terakhir, jumlah kasus infeksi bertambah sebanyak 60 ribu lebih. Kini klasemen jumlah kasus terbanyak bukan lagi dipimpin oleh China.

China yang perekonomiannya mulai bersemi dan pencabutan status lockdown dari kota Wuhan membuat peringkat China melorot ke ranking empat. Kini peringkat tiga besar dihuni oleh Amerika Serikat (164.274 kasus), Italia (101.739 kasus) dan Spanyol (87.956 kasus).
Untuk menekan pertambahan jumlah kasus yang signifikan, berbagai negara sudah mengambil kebijakan lockdown. Kebijakan ini bukan tanpa ongkos. Aktivitas perekonomian menjadi terganggu. Lockdown memicu disrupsi rantai pasok dan pelemahan permintaan.

Reuters melaporkan, permintaan minyak sawit dari India yang notabene pembeli minyak nabati terbesar di dunia turun di bawah 23 juta ton pada tahun lalu.

Sementara konsumsi minyak nabati Uni Eropa juga diperkirakan turun karena lockdown memaksa restoran tutup dan mobilitas orang menjadi terbatas. Sentimen inilah yang memicu pelemahan harga CPO hari ini.

Selain itu sentimen negatif untuk harga CPO juga datang dari pelemahan harga minyak nabati lainnya. Harga minyak kedelai kontrak di bursa komoditas Dalian China turun 0,4% begitu juga dengan harga minyak sawit yang harganya terpangkas hingga 0,5%.

Minyak sawit, minyak kedelai dan minyak nabati jenis lain berkompetisi di pasar yang sama dan merupakan produk substitusi untuk minyak jenis lain. Sehingga pergerakan harga salah satu jenis minyak nabati turut menjadi sentimen penggerak harga minyak nabati jenis lainnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA