Ambyar! Harga CPO Anjok Hampir 6%, Saham Agrikultur Ambrol 8%

Ambyar! Harga CPO Anjok Hampir 6%, Saham Agrikultur Ambrol 8%

Kejatuhan harga CPO mengikuti amblesnya harga minyak mentah. Sepanjang pekan ini, harga minyak jenis Brent jatuh 23,65%. Sedangkan light sweet (WTI) ambruk 7,28%. Harga minyak yang murah membuat CPO menjadi kurang kompetitif, sehingga salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia ini dilepas oleh investor.

Selain itu, rendahnya permintaan juga mendorong harga CPO bergerak ke selatan. Mengutip data Refinitiv, ekspor CPO Indonesia ke lima negara tujuan utama (India, Belanda, Pakistan, China, dan Spanyol) berada dalam tren turun sejak awal tahun ini.

“Banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik corona akan terjadi pada sekitar Mei-Juni. Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit,” papar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

“Terjadinya pandemi corona yang melanda hampir ke seluruh dunia menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor,” katanya.

Oleh karena itu, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai perusahaan yang bergerak di bidang produksi CPO bakal mengalami tekanan berat tahun ini. Para emiten CPO ditaksir berisiko tinggi karena penurunan harga yang sangat dalam.

Kejatuhan harga CPO mengikuti amblesnya harga minyak mentah. Sepanjang pekan ini, harga minyak jenis Brent jatuh 23,65%. Sedangkan light sweet (WTI) ambruk 7,28%. Harga minyak yang murah membuat CPO menjadi kurang kompetitif, sehingga salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia ini dilepas oleh investor.

Selain itu, rendahnya permintaan juga mendorong harga CPO bergerak ke selatan. Mengutip data Refinitiv, ekspor CPO Indonesia ke lima negara tujuan utama (India, Belanda, Pakistan, China, dan Spanyol) berada dalam tren turun sejak awal tahun ini.

“Banyak pakar dunia memperkirakan puncak pandemik corona akan terjadi pada sekitar Mei-Juni. Situasi ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak nabati termasuk minyak sawit,” papar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

“Terjadinya pandemi corona yang melanda hampir ke seluruh dunia menyebabkan perlambatan kegiatan ekonomi global yang berakibat pada penurunan konsumsi minyak nabati terutama minyak nabati yang diimpor,” katanya.

Oleh karena itu, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai perusahaan yang bergerak di bidang produksi CPO bakal mengalami tekanan berat tahun ini. Para emiten CPO ditaksir berisiko tinggi karena penurunan harga yang sangat dalam.

“Sektor komoditas seperti CPO terpapar risiko tinggi karena penurunan harga sejak Februari 2020. Ini mendorong kami merevisi outlook sektor CPO dari stabil menjadi negatif. Kami akan terus memonitor dampak perubahan ekonomi dan penurunan aktivitas ekonomi terhadap setiap sektor,” sebut keterangan tertulis Fitch.

‘Vonis’ dari Fitch membuat saham-saham sektor agrikultur di Bursa Efek Indonesia (BEI) berjatuhan. Sepanjang pekan ini, indeks sektor agrikultur terkoreksi -8,06%. Jauh lebih dalam ketimbang koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yaitu -2,99%.