Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan atau Distanbunak Aceh Tamiang, Yunus menerangkan program Sarpras ini merupakan kelanjutan dari program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang kini sedang berlangsung.
Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang
SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Pemkab Aceh Tamiang menawarkan petani kelapa sawit program sarana dan pra-sarana perkebunan (Sarpras) agar semakin mudah meraih sertifikat Indonesian Sustainable Palm oil System (ISPO).
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan atau Distanbunak Aceh Tamiang, Yunus menerangkan program Sarpras ini merupakan kelanjutan dari program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang kini sedang berlangsung.
“Kalau PSR itu untuk meremajakan tanaman sawit milik masyarakat, Sarpras ini produk pendukungnya,” kata Yunus, Minggu (11/7/2021).
Yunus mengatakan mekanisme pengerjaan Sarpras ini serupa dengan PSR karena alokasi anggarannya juga dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan harus melibatkan koperasi atau kelompok tani.
Ada delapan item yang bisa diajukan petani, yakni paket ekstensifikasi berupa pemberian benih, pupuk dan pestisida, paket intensifikasi berupa pemberian pupuk dan pestisida.
Kemudian pemberian alat pasca-panen, unit pengelohan hasil, pembuatan/peningkaan jalan dan rehabilitasi tata keloa air, mesin pertanian, alat transportasi, pembentukan infrastruktur pasar.
“Namun untuk sementara ini baru empat yang bisa diusulkan, yaitu ekstensifikasi, intensifikasi, pasca panen dan pembuatan jalan produksi. Selebihnya mungkin baru bisa diusulkan tahun depan,” kata Yunus.
Yunus menambahkan pihaknya sudah mengumpulkan sejumlah koperasi pelaksana PSR untuk menyosialisasikan program baru ini.
Dia pun mengingatkan agar koperasi pelaksana lebih hati-hati dalam menjalankan program ini agar tidak tersandung hukum.
“Yang perlu digaris-bawahi jangan sampai mengelola kawasan hutan ataupun HGU. Harus dipastikan lahan itu milik masyarakat,” tegasnya.
Dia menambahkan program PSR dan Sarpras ini merupakan salah satu upaya pemerintah mendukung petani mampu menghasilkan tanda buah segar yang layak ekspor sesuai kriteria ISPO.
“Puncaknya mendorong pekebun melaksanakan prinsip berkelanjutan melalui sertifikat ISPO. Kalau ini tercapai, perekonomian pekebun kita otomatis terangkat,” kata Yunus.
Diketahui pada 2021, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) akan mengalokasikan Rp 55,2 triliun untuk membiayai program-program terkait pengembangan industri perkebunan kelapa sawit.
Alokasi ini berdasar atas keputusan Rapat Komite Pengarah BPDPKS pada tanggal 22 Januari 2021 yang telah menyetujui usulan alokasi anggaran BPDPKS tahun 2021. (*)
Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Mursal Ismail