WE Online, Jakarta – Di tengah pandemi Covid-19, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi pada minggu ketiga Juli 2020 tetap menunjukkan performa yang menggembirakan.
Harga TBS di beberapa provinsi sentra sawit tersebut mengalami peningkatan berkisar 1–3 persen dibandingkan periode yang sama sebelumnya.
Tim Penetapan Harga TBS Sawit di Riau telah menyepakati harga sawit dengan kategori umur 10–20 tahun meningkat sebesar Rp28,9 per kg menjadi Rp1.620,84 per kg, dengan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar Rp7.481,1 per kg dan harga kernel Rp4.145,44 per kg.
Begitupun dengan Sumatera Utara, salah satu provinsi yang menjadi saksi sejarah perjalanan kelapa sawit di Indonesia juga ikut merasakan kenaikan harga TBS tersebut.
Harga TBS sawit untuk kategori umur tanaman yang sama mengalami peningkatan sebesar 2,7 persen atau sekitar Rp43,07 per kg menjadi Rp1.635,58 per kg. Harga CPO yang ditetapkan yakni Rp7.655,2 per kg dan harga kernel Rp3.947,2 per kg.
Tak tinggal diam, Sumatera Selatan juga mencatatkan kenaikan harga TBS pada periode II-Juli 2020 menjadi Rp1.424,12 per kg dengan harga CPO dan kernel yang ditetapkan berturut-turut yakni Rp7.111,35 per kg dan Rp3.890,38 per kg. Selanjutnya, harga TBS di Jambi juga mengalami kenaikan mencapai 1,8 persen menjadi Rp1.525,45 per kg.
Adanya kabar baik atas keberhasilan PT Pertamina dalam menghasilkan D100 (green diesel) ikut berkontribusi terhadap harga TBS kelapa sawit ke level yang lebih baik tersebut.
Melalui fasilitas eksisting Kilang Dumai, Pertamina berhasil memproduksi D100 sebanyak 1.000 barel per hari. D100 yang dihasilkan dari pengolahan refined, bleached, and deodorized palm oil (RBDPO) ditambah katalis tersebut diperkirakan mampu menyerap 30 juta ton CPO per tahun.
Dengan meningkatnya serapan minyak sawit dalam negeri, maka porsi ekspor dan stok minyak sawit dunia akan berkurang. Alhasil, harga sawit akan meningkat.
Pada 2019, Indonesia mampu memproduksi minyak sawit sebanyak 51,8 juta ton, dengan proporsi yang dihasilkan dari Perkebunan Rakyat sebanyak 35 persen, Perkebunan Besar Swasta 60 persen, dan Perkebunan Besar Negara 5 persen. Namun, 70 persen dari total produksi minyak sawit Indonesia tersebut dialokasikan untuk ekspor.
Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung berpendapat bahwa jika ekspor sawit Indonesia berada di bawah 50 persen, maka bargaining position Indonesia lebih kuat dalam penentuan harga dibandingkan saat ini yang masih mendapatkan intervensi dari pasar global.
Adapun selama pandemi ini, permintaan minyak sawit akan lebih tinggi dibandingkan komoditas minyak nabati lainnya. Tidak hanya sifatnya yang multimanfaat, tetapi juga harga minyak kelapa sawit yang dapat mencapai 10 kali lebih murah dibandingkan harga minyak nabati lain seperti bunga matahari dan kedelai.