Tak dapat dimungkiri, sejak beberapa tahun terakhir, 70 persen dari total produksi minyak kelapa sawit Indonesia menjadi konsumsi pasar ekspor. Sisanya, hanya sebanyak 30 persen dari total produksi minyak sawit tersebut yang diserap konsumsi domestik baik untuk bahan bakar, pangan, maupun produk oleochemical.
Perkembangan konsumsi minyak sawit di berbagai kawasan dunia, seperti Amerika Latin dan Karibia, Sub Sahara Afrika, Near East dan Afrika Utara, Asia Selatan, Asia Timur, Negara Amerika Serikat, Kawasan Uni Eropa, dan Asia Tengah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Dalam laporan PASPI Monitor disebutkan, “kawasan terbesar dalam mengonsumsi minyak sawit dunia adalah kawasan Asia Timur, disusul Asia Selatan dan Tengah, Afrika, Eropa, dan Amerika. Dilihat dari segi pangsa minyak sawit dalam konsumsi minyak nabati utama setiap kawasan menunjukkan bahwa kawasan terbesar ialah Asia Selatan dan Tengah, disusul Asia Timur, Afrika, Eropa dan Amerika.”
Tujuan pasar minyak sawit Indonesia selama ini, yakni ke India (Asia Selatan), China (Asia Timur), Uni Eropa (kawasan Eropa), dan Amerika Serikat (kawasan Amerika). Kawasan Afrika dan Asia Tengah potensial untuk dikembangkan sebagai tujuan pasar ekspor baru minyak sawit Indonesia.
Masing-masing negara tujuan ekspor tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Uni Eropa dan Amerika Serikat merupakan negara maju dan kaya dengan daya beli masyarakat yang tinggi.
Namun, negara-negara yang berada dalam kawasan ini cenderung bersikap lebih arogan, sangat protektif terhadap persyaratan, prosedur, dan tarif impor minyak sawit hingga tuntutan lain dan gerakan palm oil free yang menyulitkan Indonesia untuk mengekspor sawit ke negara-negara tersebut.
Bahkan, Uni Eropa sejak lima tahun terakhir telah mengembangkan apa yang disebut dengan konsep embodied-deforestasi untuk menghambat minyak sawit. Produk-produk yang diimpor dari negara yang melakukan deforestasi, dianggap bagian dari deforestasi.
Meskipun India dan China merupakan negara dengan pendapatan menengah dunia (sedikit di atas Indonesia), namun jumlah penduduk kedua negara tersebut sangat potensial bagi pasar minyak sawit Indonesia.
Selain kebutuhan minyak sawit yang besar pada kedua negara tersebut, juga dapat menjadi pintu masuk re-ekspor minyak sawit ke negara sekitarnya khususnya kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Melalui India-overseas dan China-overseas networking yang kuat dan mendunia, ditambah dengan bargaining position (secara ekonomi dan politik dunia) yang cukup kuat membuat kedua negara potensial menjadi sinergi dengan industri minyak sawit Indonesia.
Kawasan Afrika yang merupakan tanah leluhur tanaman kelapa sawit juga menjadi produsen dan importir minyak sawit di dunia. Meskipun demikian, rendahnya pendapatan mayoritas penduduk Afrika menjadikan posisi minyak sawit di kawasan ini semakin kuat. Mengingat harga minyak sawit yang jauh lebih murah dibandingkan harga minyak nabati lain menyebabkan penduduk Afrika tetap akan setia pada minyak kelapa sawit.
Meskipun pasar global juga sangat membutuhkan minyak sawit, namun pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatkan penyerapan domestik minyak sawit melalui inovasi energi terbarukan.
Bukan mengabaikan peluang dan potensi besar pasar ekspor, fokus ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian energi serta menciptakan stabilitas harga kelapa sawit di tingkat pelaku usaha terutama petani sehingga kesejahteraan meningkat.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Foto: Antara/Syifa Yulinnas