JAKARTA, KOMPAS.com – Pengembangan bahan bakar ramah lingkungan tengah menjadi salah satu fokus yang dijalankan oleh pemerintah. Hal ini dinilai penting dalam rangka memperkuat ketahanan energi nasional .
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, mengatkan, indeks ketahanan energi nasional saat ini berada di posisi 6,44, atau dikategorikan masih tahan.
Menurutnya, salah satu upaya untuk meningkatkan poin indeks tersebut ialah melalui pengembangan bahan bakar ramah lingkungan berbasiskan nabati, dalam hal ini kelapa sawit.
Melalui program biosolar 30 (B30) atau 100 persen kelapa sawit untuk green solar (D100), Djoko optimis, indeks ketahanan energi nasional dapat terus meningkat.
“Dengan adanya D100, ataupun program green lainnya, itu otomatis akan menambah indeks ketahanen energi kita,” katanya, Rabu (29/7/2020).
Melalui pengembangan program-program tersebut, Djoko menargetkan kebutuhan bahan bakar dalam negeri dapat terpenuhi tanpa perlu melakukan impor lagi.
Djoko mencotohkan, kebutuhan bahan bakar jenis solar tahun setiap tahunnya mencapai 30 juta kiloliter (KL). Dengan adanya produksi dari biodiesel dan juga minyak bumi, nantinya RI tidak perlu lagi melakukan impor.
“Kita sekarang ini (indeks ketahanan energi) dalam tahap tahan. Kita ingin tahannya di angka 7,99. Kita bahkan menuju angka 8 bahkan 10 yang sangat tahan,” tuturnya.
Selain itu, pemerintah bersama pihak terkait juga tengah melakukan pengembangan terkait bahan bakar berbasis nabati untuk jenis bensin dan avtur.
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu PT Pertamina (Persero) telah berhasil melakukan produksi 1.000 barel D100 di Kilang Dumai.
D100 bahkan sudah dilakukan uji coba performa melalui road test 200 km, dicampur dengan solar serta FAME.
Penulis : Rully R. Ramli, Editor : Bambang P. Jatmiko