“….kemitraan yang diinginkan masyarakat ada prosedurnya, bukannya ada lahan langsung dibagi-bagikan.”
Muara Teweh (ANTARA) – Masyarakat di tiga desa yaitu Desa Mukut dan Desa Nihan Kecamatan Lahei dan Desa Pendreh Kecamatan Teweh Tengah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, yang berada di sekitar areal perkebunan kelapa sawit PT Satria Abdi Lestari (SAL) menuntut lahan kemitraan dari perusahaan tersebut.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Barito Utara Setia Budi di Muara Teweh, Jumat, mengakui warga di tiga desa tersebut menuntut lahan kemitraan dari PT SAL.
“Masyarakat menuntut kemitraan, PT SAL baru membangun lahan sekitar 800 hektare termasuk yang sudah ditanam sawit. Dan yang anehnya lagi dari 800 hektare lahan tersebut dibagi-bagi oleh masyarakat dengan alasan kemitraan 20 persen pembagian hasil,” kata dia.
Menurut dia, kemitraan yang diinginkan masyarakat tersebut ada prosedurnya, bukannya ada lahan langsung dibagi-bagikan. Prosedurnya yaitu adanya penetapan kelompok petani, adanya calon petani calon lahan (CPCL), kemudian CPCL tersebut di SK kan oleh Bupati Barito Utara.
Selain itu juga, kata dia, pembentukan koperasi untuk menjembatani kemitraan, disiapkan lahan untuk kemitraan. Pola kemitraan ini ada pola pembangunan kebun melalui pihak ketiga yang difasilitasi oleh perusahaan, setelah selesai kredit baru diserahkan kepada masyarakat.
“Kemudian dalam bentuk kerja sama, boleh itu lahan milik masyarakat tapi tidak dikembalikan, artinya kerja sama bagi hasil misalnya 70 : 30. Dalam bagi hasil ini perusahaan yang mengurus memberi pupuk, memanen, membikin jalan dan lain sebagainya kemudian hasilnya dibagi,” jelas dia.
Dia mengatakan bahwa semua perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada di daerah ini terlebih dahulu membangun kebun inti baru membangun kebun kemitraan.
“Kebun inti terlebih dahulu yang mereka bangun baru kebun kemitraan. Baru membangun kebun inti sudah dibagi-bagikan ini yang mustahil ini juga yang terjadi di PT SAL,” kata dia.
Ia menjelaskan bahwa PT SAL tetap berkomitmen membangun 20 persen lahan kemitraan. Dalam membangun 20 persen lahan kemitraan tersebut bukan hanya komitmen PT SAL namun itu sudah kewajiban perusahaan perkebunan sesuai Undang-Undang.
“Karena kalau perusahaan tidak membangun lahan kemitraan, maka HGU perusahaan akan dicabut. Bukan hanya desakan masyarakat, karena itu sudah kewajiban perusahaan membangun 20 persen kemitraan,” tegasnya.
PT SAL, kata dia lagi, sudah mengurus semua prosedur yang yang sesuai dengan ketentuan, namun SK nya yang belum keluar (macet). Mereka meng-HGU-kan lahan untuk kemitraan namun juga belum disetujui juga oleh BPN.
“Jadi tidak adil kalau semua kesalahan yang ditimpakan masyarakat kepada perusahaan, karena perusahaan sudah mengurus semua yang menyangkut dengan kemitraaan 20 persen tersebut. Perusahaan sangat serius untuk membangun kemitraan, hanya saja HGU dan SK nya belum keluar,” katanya.
Untuk itu Budi meminta kepada masyarakat di sekitar perusahaan agar tetap bersabar dan cerdas dalam menghadapi semua permasalahan yang ada. Saat ini perusahaan sudah melaksanakan prosedur sesuai dengan atuaran yang berlaku.
“Masyarakat harus cerdas berpikir jangan sampai terpancing isu-isu yang tidak jelas oleh oknum-oknum warga yang tidak bertanggungjawab. Masyarakat juga yang nantinya dirugikan apabila HGU kemitraan tidak dikeluarkan. HGU yang diurus perusahaan ini merupakan HGU untuk lahan kemitraan 20 persen,” tegas Setia Budi.
Pewarta: Kasriadi
Editor: Muhammad Yusuf
COPYRIGHT © ANTARA 2020