Jakarta, CNN Indonesia — Proses merger dua raksasa telekomunikasi Axiata dan Telenor yang masih dalam tahap uji tuntas (due diligence) terganjal isu sawit.
Pasalnya, Uni Eropa membatasi impor minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia karena isu deforestasi dan kebakaran hutan lahan gambut. Padahal, Norwegia negara asal Telenor tidak masuk dalam Uni Eropa walau berlokasi di Benua Biru.
Direktur Keuangan Mohamed Adlan bin Ahmad Tajudin mengungkap memang banyak sentimen yang muncul dalam pembahasan merger ini, salah satunya isu sawit tersebut.
“Ada sentimen terjadi dan tidak terjadi (merger Axiata dan Telenor). Masalah minyak sawit, kedua negara (Indonesia dan Malaysia) ada kepentingan,” ujarnya, Kamis (5/9).
Adlan mengungkap hingga saat ini pembicaraan atau due diligence (uji tuntas) masih berjalan.
“Ekspektasi selesai 3 bulan,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur dan CEO XL Axiata Dian Siswarini mengungkap merger kedua perusahaan merupakan merger yang besar dan kompleks.
“One of the biggest merger. Memang pembicaraan alot dan masih berlangsung pembicaraan. Karena masih banyak aspek yang dibicarakan,” ujarnya.
Dian menambahkan Axiata mencakup layanan di 7 negara sementara Telenor di 9 negara. Maka bukan hal yang mudah menyatukan semuanya.
“Dahulu XL dan Axis di satu negara saja cukup ribet,” tambahnya.
Terkait dampak langsung kepada XL Axiata, baik Dian dan Adlan mengungkap belum mengetahui seperti apa karena masih dalam pembicaraan dan menunggu keputusan merger.
Isu minyak sawit sendiri bukan hal yang baru. Uni Eropa telah mengeluarkan aturan untuk untuk membatasi impor minyak sawit dan penghentian penggunaan minyak sawit untuk program biodiesel Eropa.
Pembatasan ini berhubungan dengan isu lingkungan yakni deforestasi yang berlebihan akibat impor minyak sawit di Indonesia dan Malaysia. (age)
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190905150938-213-427843/merger-axiata-dan-telenor-terganjal-isu-kelapa-sawit