WE Online, Jakarta – Pandemi Covid-19 yang telah menggemparkan seluruh masyarakat dunia termasuk di Indonesia sepertinya belum berada di garis akhir. Data Kementerian Kesehatan RI mencatat per 25 Mei 2020, kasus Covid-19 di Indonesia terkonfirmasi sebanyak 22.750 kasus.
Meskipun kurva kasus Covid-19 di Indonesia belum melandai, muncul wacana pemerintah untuk melonggarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang marak dibicarakan oleh publik. Artinya, masyarakat harus siap memasuki era kehidupan new normal di tengah pandemi.
Menurut Presiden Jokowi, era new normal ditandai dengan kembali produktif melakukan berbagai aktivitas, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan. Protokol kesehatan yang dimaksud adalah tetap menjaga jarak, memakai masker ketika berpergian, dan rutin mencuci tangan.
Kegiatan menjaga higenitas sebagai salah satu protokol kesehatan yang diwajibkan di tengah pandemi akan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan berbagai produk surfaktan seperti sabun, hand sanitizer, dan deterjen. Peningkatan permintaan berbagai produk surfaktan (daily care) tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan bahan baku yang digunakan terutama minyak kelapa sawit sebagai campuran produk-produk tersebut.
Minyak kelapa sawit hadir sebagai solusi alternatif bahan baku biosurfaktan yang efektif menjaga higenitas, membunuh kuman, dan juga ramah lingkungan. Keunggulan lainnya yakni kemampuan minyak sawit khususnya minyak laurat yang terkandung dalam Minyak Inti Kelapa Sawit (Palm Kernel Oil) dapat menghasilkan banyak busa dan memiliki sifat mikroba spektrum luas yang efektif mematikan bakteri dan virus, tetapi tetap mampu menjaga kesehatan kulit.
Melansir laporan Palm Oil Indonesia, peningkatan permintaan minyak sawit sebagai bahan baku produk biosurfaktan di masa pandemi Covid-19 ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di berbagai negara. Hal ini menyebabkan ekspor minyak sawit sebagai produk oleokimia (biosurfaktan) juga mengalami peningkatan.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik, kinerja (volume) ekspor oleokimia lndonesia mengalami peningkatan sebesar 31,7 persen dan 14,4 persen pada Januari dan Februari 2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Bahkan, Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) memperkirakan kinerja ekspor produk oleokimia pada tahun 2020 menunjukkan peningkatan dan tumbuh positif, baik dari volume ekspor yang berkisar 3,4 juta–3,7 juta ton maupun nilai ekspor antara US$2,5 miliar–US$2,6 miliar.
Industri oleokimia berbasis kelapa sawit juga makin optimis di tengah pandemi Covid-19. Hal ini karena pasar ekspor produk oleokimia tidak akan terganggu meskipun sejumlah negara mengimplementasikan kebijakan lockdown. Fasilitas pelabuhan utama dan jalur distribusi akan tetap beroperasi karena produk oleokimia yang dibutuhkan untuk memproduksi produk biosurfaktan (daily care) sudah tergolong menjadi kebutuhan dasar di era pandemi, sama halnya dengan produk pangan dan obat-obatan.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum