KOMISI Informasi Publik (KIP) meminta Greenpeace Indonesia melakukan keterbukaan informasi (transparansi) terkait sumber dana yang dihimpun baik dari dalam dan luar negeri, juga perjanjian dengan pihak donor serta sejumlah informasi penting lain yang perlu diketahui publik.
Permintaan tersebut disampaikan setelah KIP menerima laporan dari Perkumpulan Lembaga Kajian Hukum dan Agraria yang merasa kesulitan untuk mengakses data-data yang seharusnya bisa menjadi domain publik seperti terkait akta pendirian dan perubahan Greenpeace Indonesia serta dokumen lain seperti laporan sumber dana.
“Data-data ini penting untuk melakukan penelitian tentang akuntabilitas dan dampak organisasi nonpemerintah terhadap pengelolaan lingkungan di Indonesia,” ujar Ketua KIO Gede Narayana melalii keterangan resmi, Jumat (9/7).
Selain diminta membuka informasi sumber dana, Greenpeace Indonesia juga diwajibkan melaporkan realisasi penggunaan anggaran serta kegiayan periode 2015-2019.
Guru besar IPB Budi Mulyanto mengungkapkan, sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang beroperasi di Indonesia, Greenpeace harus patuh dan mengikuti setiap arahan yang diberikan pemerintah setempat.
“Keputusan atau permintaan KIP harus dipatuhi. Apa yang diminta KIP itu terkait keterbukaan informasi publik yang diatur di dalam undang-undang. Kalau di buka, justru akan berdampak positif bagi Greenpeace itu sendiri dan mampu meningkatkan kepercayaan publik,” ucap Budi.
Tidak hanya Greenpeace, seluruh LSM yang ada di Indonesia juga harus melakukan keterbukaan informasi sesuai dengan Undang-Undang 14 tahun 2008. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja LSM di Tanah Air. (OL-7)