Malaysia Resmi Ajukan Gugatan Ke WTO Terkait Kebijakan Sawit Uni Eropa

Auto Draft

InfoSAWIT, PUTRAJAYA – Kementerian Industri Perkebunan dan Komoditas (KPPK) bekerja sama dengan Kejaksaan Agung (AGC) akan mengajukan tindakan hukum terhadap Uni Eropa melalui Mekanisme Penyelesaian Sengketa (DSM) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tindakan hukum ini dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip praktik perdagangan yang digariskan oleh WTO.

Dikatakan Menteri Perkebunan dan Perusahaan Komoditas Malaysia,  YB Dato’ Dr. Mohd Khairuddin Aman Razali, kebijakan yang diadopsi oleh UE berupa Renewable Energy Directive II (EU RED II) telah menciptakan batasan yang tidak masuk akal pada upaya keberlanjutan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Malaysia, termasuk membatasi praktik perdagangan bebas.

“Tindakan diskriminatif oleh UE ini akan menyebabkan lebih dari 3 juta warga Malaysia yang terlibat dalam rantai industri minyak sawit memiliki dampak negatif termasuk kepada lebih dari setengah juta petani kecil,” katanya dalam keterangan tertulis diterima InfoSAWIT, Rabu (1/7/2020).

Sebelumnya pada Desember 2018, UE menyetujui kebijakan EU RED II. Lantas, pada bulan Maret 2019, Delegation Act, aturan pelengkap di bawah EU RED II, juga disepakati. Kebijakan tersebut memuat kriteria atau metodologi untuk menentukan apakah sumber minyak nabati tersebut menyebabkan dampak pada penggunaan lahan tidak langsung (ILUC) tinggi atau rendah dan dampaknya terhadap emisi gas rumah kaca.

Kebijakan tersebut memutuskan bahwa minyak sawit telah dikategorikan memiliki tingkat ILUC yang tinggi. Alasannya, volume ekspor minyak sawit ke UE diperkirakan akan terus meningkat dan berpotensi meningkatkan risiko ILUC yang tinggi, sehingga tidak lagi diperhitungkan dalam target energi terbarukan.

Namun catat, YB Dato’ Dr. Mohd Khairuddin , peraturan EU RED II dipandang memiliki kekurangan dan tidak transparan, dipertanyakan kredibilitas metodologinya dan ada banyak asumsi yang dibuat memberikan gambaran yang salah tentang praktik berkelanjutan dalam industri kelapa sawit di Malaysia. “Selain itu, kebijakan ini juga bias ketika hanya minyak sawit yang dikategorikan memiliki risiko ILUC tinggi di antara minyak nabati lainnya untuk sumber baan baku biofuel,” katanya.

Sekadar informasi, Malaysia juga akan terlibat sebagai pihak ketiga dalam pengajuan kasus yang dilakukan oleh Indonesia. Keterlibatan Malaysia adalah tanda dukungan dan solidaritas serta komitmen Malaysia sebagai negara penghasil minyak sawit untuk bergabung dengan Indonesia dalam mengatasi masalah kampanye anti-kelapa sawit.

“Malaysia akan terus berkomitmen untuk membela kepentingan industri kelapa sawit yang telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan sosial-ekonomi negara,” tandas YB Dato’ Dr. Mohd Khairuddin. (T2)