Masa Pandemi, Industri Sawit Berjalan Optimal

Masa Pandemi, Industri Sawit Berjalan Optimal

Di tengah pandemi covid-19, investasi perkebunan sawit masih berjalan optimal dan berpeluang untuk terus berkembang.

Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah Rawing Rambang menyebut investasi perkebunan sawit di wilayahnya masih unggul di antara 11 komoditas lainnya. Hal itu dibuktikan industri ini masih mampu memproduksi 5,5 juta ton minyak sawit pada masa pandemi covid-19.

“Di Kalimantan Tengah dari 11 komoditas perkebunan, yang menonjol adalah sawit. Sekitar 1,7 juta hektare lahan dimiliki atau 10,8% lahan sawit nasional. Produksi kita 5,5 juta ton,” jelas Rawing dalam webinar Indonesia Bicara yang diselenggarakan Media Indonesia bertajuk ‘Kepastian Berinvestasi di Sektor Perkebunan’, kemarin. Pada webinar yang menghadirkan nara sumber pengamat ekonomi Fadhil Hasan, Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah Rawing Rambang, dan Kepala Kanwil BPN Kalteng 2018 yang saat ini menjabat Kepala Kanwil BPN Sumatra Selatan Pelopor, tersebut dipandu Ketua Dewan Redaksi Media Group Usman Kansong.

Rawing menjelaskan pada masa pandemi di industri sawit di Kalimantan Tengah, tidak ada penutupan perusahaan maupun pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam industri sawit di daerah itu mencapai 302 ribu orang. “Investasi sawit memang masih luar biasa. Sampai saat ini belum ada yang di PHK walau ada pandemi,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Wilayah III Badan Koordinasi Penanganan Modal (BKPM) Aries Indanarto mengungkapkan, pada triwulan kedua 2020, penanaman modal asing (PMA) di Kalimantan pada sektor perkebunan tercatat Rp2,87 triliun. Khusus di Kalimantan Tengah, sektor perkebunan mencapai Rp369,7 miliar untuk PMA. Sementara itu PMDN (penanaman modal dalam negeri) sekitar Rp1,3 triliun.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Joko Supriyono juga menyebut operasional industri sawit di Kalimantan Tengah berjalan baik.

“Kita bersyukur industri sawit masih beroperasional normal. Pekerjaan seperti biasa, kinerja masih oke. Tidak Ada PHK. Kinerja sampai Juli juga bagus. Ditengah pandemi kontribusi sawit masih positif,” jelasnya.

Namun, ia membeberkan, ada permasalahan soal 1 juta hektare kebun sawit di daerah itu yang diklaim sebagai kawasan hutan.

Di sisi lain, ujarnya, aturan yang berlaku terkait kepemilikan lahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sinkron. Hal itu menjadi penghambat untuk masuknya investasi. “Orang bisa takut berinvestasi karena soal klaim. Sekian ribu konflik agraria atau lahan, mesti harus ada definisi jelas soal konflik yang selalu identik dengan klaim,” ucap Joko.

Berperan vital

Kepala Kanwil BPN Kalimantan Tengah pada 2018, Pelopor mengaku pihaknya menangani sejumlah masalah soal HGU perkebunan sawit. Indonesia, sebutnya, masih menjadi tujuan investasi sawit yang menarik.

Ia menuturkan, dari data 2019 di Kalimantan Tengah ada 1,5 juta hektare sudah dilindungi status hukumnya dari total 14,67 juta lahan perkebun- an di seluruh Indonesia.

“Dibandingkan klaim yang muncul, tidak sampai 1 juta hektare. Poin soal klaim sesungguhnya ini dipacu ekosistem industri yang belum tuntas dibangun. Kita baru fokus di hulunya, kebunnya,” terang Pelopor.

Ia juga menyebutkan, solusi lain permasalahan tersebut ialah perlu ada perluasan kegiatan untuk menampung masyarakat agar tidak muncul keinginan untuk ‘mengganggu’ soal kepemilikan lahan sawit.

Di lain pihak, pengamat ekonomi Fadhil Hasan menyebutkan data Center for International Forestry Research (CIFOR), industri sawit di Kalimantan Tengah berperan vital. “Tidak bisa dimungkiri, setengah dari kesempatan kerja yang tercipta sejak tahun 1990-an hingga saat ini karena industri sawit. Jenis pekerjaan itu untuk mereka yang menengah ke bawah,” ungkap Fadhil.

Di tengah pandemi, Fadhil menilai peluang emas untuk menarik investor masuk di industri sawit yang salah satunya realokasi investasi dari Tiongkok. “Mereka itu tidak bisa memproduksi sawit. Kebutuhan Tiongkok akan sawit ini semakin meningkat, terutama mereka tidak mau mengandalkan minyak nabati lain,” pungkasnya. (Ins/S1-25)