90 Persen Hutan di Sumut Dikuasai Pengusaha Sawit, Benarkah?

Ada yang menarik dan menggelitik dari pernyataan seorang anggota legislatif di daerah ini (DPRD SU, Sekretaris Komisi B Zeira Salim Ritonga, SIB 26/8) yang mengatakan ‘terbukti’ 90 persen kawasan hutan di daerah ini telah dikuasai para pengusaha sawit, baik dari kalangan perusahaan besar maupun usaha perorangan kebun sawit.

Penulis sendiri langsung terhentak sembari membayangkan: apa mungkin areal hutan di Sumut ini tinggal 10 persen saja sehingga arus banjir kian deras melanda daerah ini? Terlebih ketika disebutkan anggota dewan itu bahwa pihak Dinas Kehutanan Provinsi Sumut tidak menampik kondisi ‘de facto’ bahwa kurang lebih 90 persen hutan Sumut telah berubah peruntukannya menjadi areal perkebunan sawit.

Secara khusus, anggota DPRD itu menyebutkan contoh di daerah Langkat dan Deliserdang yang sudah 90 persen dari 107.000 hektare sudah dikuasai para pengusaha sawit.

 

Benarkah begitu?

Kamis (10/9) pekan lalu, di hadapan penulis, seorang pejabat instansi kehutanan langsung membantah ketika dikonfirmasi Jesayas Tarigan, Ketua Pemuda Barisan Karo (PBK) Sumatera Utara, selaku pemerhati agraria dan lingkungan di daerah ini.

“Ah, tidak begitulah. Data dari mana itu,?” katanya melalui hubungan seluler, dengan pengeras suara ponsel terpasang sehingga jelas terdengar oleh penulis. Pejabat yang disebut marga Tobing itu menyebutkan, secara visual saja pun belum terindikasi kalau sudah 90 persen hutan Sumut menjadi areal kebun sawit.

Secara terpisah, sikap serupa juga dilontarkan langsung Sekretaris Umum Gabungan Pengusaha Kelapasawit Indonesia (GAPKI) Provinsi Sumut, Ir Timbas Ginting, ketika dikonfirmasi SIB pada Jumat malam (11/9). Dia tegas membantah tudingan tersebut.

“90 persen apanya? Memangnya tinggal berapa lagi luas hutan di Sumut ini. Sekarang ada 3 juta hektare lebih yang dulunya memang ada 7 juta hektare lebih. Volume peruntukan lahan untuk dijadikan kebun sawit dan lainnya kan sudah diatur pada Perda Tata Ruang. Lalu, data di BPS (Badan Pusat Statistik) saja, luas areal kebun sawit di Sumut ini berkisar 1,2 juta ke 1,3 juta hektare, berapa persen rupanya itu,” katanya serius.

Hal senada juga dicetuskan Captain Tagor Aruan SE, pemerhati agraria yang juga praktisi usaha pertanian di kawasan agrobisnis Deliserdang dan Serdangbedagai, bahwa maraknya arus ekspansi dan tingginya minat investasi para pemodal untuk buka kebun sawit di daerah ini, tidaklah serta merta akan menghabiskan lahan hutan.

“Kalau dibilang sudah 90 persen hutan di Sumut dikuasai pengusaha sawit, berarti sudah 2,7 juta hektare (dari 3.010.100 hektare) areal kebun sawit dan itu berarti sudah habislah hutan kita. Untuk tingkat incaran atau diminati saja pun sangat mustahil sampai 90 persen, apalagi kalau dibilang sudah dikuasai para pengusaha. Sejak dulu, Sumut memang salah satu daerah yang jadi objek incaran para calon investor termasuk untuk investasi dan ekspansi sawit, tapi sangat mustahil kalau sampai melahap areal hutan hingga 90 persen,” ujar Tagor Aruan, yang juga mantan Ketua Asosiasi Independen Surveyor Indonesia (AISI) periode 2002-2007, kepada SIB di kantornya, Sabtu (12/12).

Aruan menunjukkan data, berupa tabel daftar luasan dan status hutan di provinsi Sumut. Data pada Dishut Sumut (edisi 2018 halaman 3 tabel 2 tentang penunjukan kawasan hutan Sumut), total luas hutan di Sumut berdasarkan SK Mentan No 923 tahun 1982 adalah 3.780,132 hektare. Kalau dari SK Menhut No 44/2005 seluas 3.742.120 hektar, sedangkan Perda Prov. SU No 7 tahun 2003 luas hutan Sumut 3.679.338 hektare.

Lalu, pasca kontroversi atas SK Menhut 44/2005 tersebut, pemerintah pusat pada 2016 mengurangi 731.900 hektare lahan hutan Sumut dengan SK Menhut No 579 tahun 2016, sehingga luas hutan di Sumut kini tinggal 3.010.100 hektare.

Dari luas hutan Sumut yang kini 3.010.100 hektare (SK Menhut 579/2016), data terkini dari BPS Sumut (2017-2018) maupun Dinas Perkebunan (Disbun) Sumut tahun 2017 menunjukkan angka di bawah 1,5 juta hektar luas areal perkebunan sawit di daerah ini yang porsinya cuma 49,8 persen. Itu artinya, sangat jauh walau lebih sedikit dari separuh 90 persen.

Atas fakta-data konkrit di BPS bahwa luas areal kebun sawit di Sumut adalah 1.256.808 hektare, sementara data di Disbun tercatat 1.630.744 hektare. Angka ini sudah menunjukkan porsi areal kebun sawit di Sumut, bila mengacu pada data BPS tersebut, hanya 41,75 persen dan hanya 54,17 persen dari luas hutan Sumut bila mengacu pada data Disbun.

Kalau dimaksud 90 persen itu secara sektoral saja di daerah Langkat dan Deliserdang seperti yang disebutkan sebagai contoh, faktanya porsi sawit di Langkat hanya 13,98 persen, karena total luas areal sawit di daerah itu hanya 46,211 hektare, sementara luas hutan-nya mencapai 330.058 hektare.

Lalu, Deliserdang, sebelum mekar ke Serdangbedagai saja pun tak sampai 20 persen porsi luas areal kebun sawit-nya dibanding luas hutan setempat. Pasca pemekaran, Deliserdang dengan 23 kecamatan saat ini punya areal hutan seluas 80.083 hektare.

 

Pasca Labuhanbatu dan Tapsel

Ketika Labuhanbatu belum mekar ke Labuhanbatu Utara (Labura) dan Labuhanbatu Selatan (Labusel), data berupa tabel 2 Dishut Sumut tersebut menunjukkan luas hutan setempat secara kumulatif mencapai 270.156 hektare, sedangkan total luas kebun sawit-nya 141.646 hektare, atau 52,44 persen.

Begitu juga daerah Tapanuli Selatan (Tapsel), sebelum mekar menghadirkan kabupaten baru : Padanglawas (Palas) dan Padanglawas Utara (Paluta), luas hutannya total 818.211 hektare dengan areal kebun sawit 64.349 hektare, hanya 7,86 persen.

Tapsel yang secara wilayah kehutanan meliputi Tapsel, Palas, Paluta, kini memiliki areal kebun sawit seluas 32.615 hektare di Tapsel, 26.585 hektare di Palas dan 64.349 hektare di Paluta. Demikian juga dengan Asahan pasca pemekaran, porsi kebun sawitnya kini cuma 49,36 persen, karena areal perkebunan sawitnya hanya 72.324 hektare dari luas hutan 146.527 hektare.

Dari 20-an daerah yang punya kebun sawit di antara 33 daerah (kabupaten-kota) di Sumut, pun ternyata hanya 11 daerah yang merupakan 11 besar (top eleven) punya kebun sawit, khususnya kategori luasan areal di atas 10.000 hektare. Secara kolektif pun, porsi dari ke-11 perusahaan besar ini tidak sampai, bahkan tidak mendekati angka-porsi 90 persen dari luas areal hutan. Ke-11 daerah itu adalah : Asahan dengan areal terluas, 72.324 hektare kebun sawit di antara hutan seluas 146.527 hektare, atau 49,36 persen.

Labuhanbatu Utara kini terposisi di ranking 2 dengan areal sawit seluas 64.740 hektare, Langkat 46,24 hektare tapi hanya 13,98 persen dari luas hutan 330.658 hektare. Labuhanbatu Selatan di urutan ke-3 dengan luas areal sawit 42.359 hektare, sedangkan Labuhanbatu (kabupaten asal) di posisi ke-4 dengan areal sawit seluas 34.547 hektare.

Posisi berikutnya adalah Padanglawas dengan luas 32.615 hektare kebun sawit, Simalungun 28.742 hektare atau hanya 20,72 persen dari hutan seluas 138.741 hektar. Lalu, Paluta seluas 26.585 hektare, Madina 15.818 hektare sawit di antara 411.451 hektare hutan, atau 3,85 persen.

Sedangkan Deliserdang, dengan areal hutan 80.083 hektare, hanya punya 14.383 hektar areal kebun sawit, atau hanya 17,96 persen dibanding luasan hutannya. Terakhir, Serdangbedagai sebagai daerah pemekaran Deliserdang, hanya punya areal sawit 12.485 hektare, atau hampir 42 persen dari areal hutan 29.931 hektare.

Atas data tersebut, jelas bahwa porsi luasan kebun sawit di Sumut tidak ada yang mencapai 90 persen dari luasan hutan. Porsi terbesarpun hanya 78,65 persen di wilayah Tabagsel yang kolektif meliputi Tapsel, Palas dan Paluta. Disusul Labuhanbatu (total plus Labura-Labusel) 52,44 persen. Lalu, Asahan 49,36 persen, Madina 3,85 persen, Simalungun 20,72 persen, Deliserdang 17,96 persen dan Langkat 13,98 persen. (c)