Segera Investigasi Dugaan Perbudakan di Perkebunan Sawit Malaysia

JAKARTA – Dugaan adanya tindakan kurang manusiawi terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja pada perkebunan kelapa sawit di Malaysia harus diinvestiga­si. Perlunya investigasi karena para pekerja di sektor tersebut sangat rentan masuk dalam praktik perbudakan modern.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menga­takan sudah lama memantau situasi tersebut. Sebab, me­nurut Global Slavery Index 2014–2016, pekerja migran In­donesia di sektor sawit sangat rentan masuk dalam praktik perbudakan modern.

“Harus ada investigasi serius yang melibatkan organi­sasi HAM dan buruh migran dua negara, Komnas HAM dua negara dan juga organisasi independen,” kata Wahyu.

Pemerintah Indonesia, kata Wahyu, harus mende­sak Malaysia untuk membuat nota kesepahaman dengan mengacu pada prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), khususnya perlindungan HAM internasional untuk pekerja dan UN guiding principles on business and human rights.

Direktur Eksekutif Migrant Care lainnya, Anis Hidayah, mengatakan kedua pemerintah harus bersama-sama men­dorong perlindungan pekerja migran di perkebunan sawit di negeri Jiran itu agar kasus perlakuan tidak manusiawi terhadap pekerja asal Indonesia di perkebunan sawit di Malaysia, seperti yang diinvestigasi Associated Press bebe­rapa waktu lalu tidak terulang.

“Kedua negara harus terlibat, Indonesia sebagai pengi­rim dan Malaysia sebagai negara penerima harus mendo­rong suatu perlindungan yang standar untuk perlindungan pekerja migran di sawit, baik itu untuk pekerja migrannya, untuk anak-anak yang ada di tempat itu, bagaimana me­mastikan situasi kerja yang layak, yang mereka hadapi se­hari-hari,” kata Anis kepada Koran Jakarta, Minggu (27/9).

Kasus seperti itu, tambah Anis, bukan hal yang baru ter­jadi. Eksploitasi buruh di perkebunan sawit juga terjadi di berbagai negara termasuk Malaysia.

Perlakuan yang tidak adil kerap menimpa pekerja asal Indonesia, karena mayoritas tidak memiliki dokumen, dan lokasi perkebunan sawit yang jauh dari akses publik.

“Mereka mengalami pelanggaran HAM yang terstruktur. Jadi anak-anak bahkan usia lima tahun itu sudah bekerja di perkebunan sawit. Mereka tidak mendapat keamanan, ba­nyak yang sakit. Kemudian, jaminan kesehatan sangat minim sehingga rentan sakit, banyak yang meninggal,” ungkapnya.

Tanggung Jawab Negara

Sementara itu, Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), yang diwakili Ismet, mengatakan perlindungan kepada seluruh warga negara termasuk PMI di luar negeri menjadi tanggung jawab negara, dalam hal ini pemerintah.

“Apalagi PMI kita yang bekerja di perkebunan kelapa sa­wit salah satu pemberi devisa bagi negara,” kata Ismet.

Dia mendesak pemerintah mendesak Malaysia untuk melakukan upaya agar kekerasan dan penyiksaan terhadap pekerja migran segera dihentikan karena kasus seperti itu sering terjadi dan berulang. n ers/ola/ags/E-9