Hulu ke hilir saling dukung cegah kerusakan hutan lindung
Tapanuli Selatan, IDN Times – Data Biro Pusat Statistik tahun 2018 menyebutkan bahwa lebih dari 12 juta hektare wilayah di Indonesia telah digunakan untuk kebutuhan perkebunan kelapa sawit.
Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi nomor tiga terbesar sebagai produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia setelah Riau dan Kalimantan Tengah. Menurut status pengusahaannya, sebesar 38,26 persen adalah perkebunan rakyat dan sisanya oleh perusahaan perkebunan negara dan perkebunan swasta.
Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pun setiap tahun terus bertambah, sebaliknya potensi kerusakannya hutan lindung juga akan bertambah. Salah satu penyebabnya adalah warga terus merambah hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawit di hutan lindung.
Namun di sisi lain, minyak kelapa sawit Indonesia mendapat penolakan dari negara-negara Eropa karena dianggap merusak hutan dan ekosistemnya, termasuk mengancam keberlangsungan hidup satwa langka.
Untuk menengahi persoalan ini, United Nations Development Programme (UNDP) bekerja sama dengan beberapa pihak terkaitpun turun tangan. Melakukan sejumlah program hingga ke level paling bawah. Yuk simak apa saja programnya:
1. Ajak dan ajarkan warga Desa Binasari untuk mempertahankan keberadaan hutan lindung
UNDP sejak dua tahun lalu telah melaunchingIntegratedApproach Pilot (IAP) Program. Program IAP mengedepankan pendekatan rantai pasok terintegrasi. Pendekatan ini terdiri dari proyek yang terhubung dan mencakup production, demand, transaction dan knowledgemanagementandlearning.
Salah satu pihak yang terlibat dalam Production Child Project di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Conservation International (CI) Indonesia. CI Indonesia dengan semangat kemitraan dengan pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan mitra swasta mengimplementasikan sebuah model di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan melalui perlindungan modal alam, memperbaiki tata kelola, dan mempromosikan produksi berkelanjutan.
Lebih spesifik, CI bermitra dengan masyarakat Desa Binasari Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, provinsi Sumatera Utara untuk mempertahankan keberadaan Hutan Lindung Angkola Selatan.
Kenapa Desa Binasari? “Karena desa ini tepat berbatasan dengan Hutan Lindung dan Taman Nasional Batang Gadis dan tingkat keterancaman hutan sekitar sangat tinggi,” ujar Sarmaidah Damanik, Forestree Coordinator CI, awal Februari 2020.
Lantas kerja sama seperti apa yang dilakukan CI dan warga Desa Binasar?
2. Warga diajarkan menanam durian dan mengelola sawit berkelanjutan
Sarmaidah Damanik menjelaskan selama setahun terakhir telah mengajak masyarakat untuk tidak melakukan perluasan kawasan hutan di hutan lindung, perburuan satwa di hutan lindung, mengambil hasil hutan bukan kayu tanpa izin, dan menjaga sempadan sungai, melakukan patroli bulanan dan aksi sosial di hutan lindung.
“Dari 160 KK, baru 48 KK yang bersedia menandatangani paket kesepakatan tersebut. Sisanya akan terus kita rangkul agar jumlahnya terus bertambah” jelas Sarmaidah.
Selain itu ada beberapa benefit yang diberikan kepada masyarakat, antara lain CI melakukan pembinaan pembuatan bibit tanaman dan pembuatan kompos. Ada beberapa jenis bibit yang direncanakan, seperti aren, duku, durian, dan manggis. Tahap pertama pembuatan dimulai tahun 2018 sebanyak 14 ribu bibit durian.
Setelah ditanam, bibit tersebut diperkirakan akan dapat mulai dipanen setelah 4 tahun. Harapannya dengan program tersebut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa tersebut tanpa merambah hutan lindung. Dari pembibitan masyarakat bisa menjual ke luar atau menanam di areal hutan untuk bisa diambil hasilnya atau agroforestry.
“Jadi ini akan jadi mata pencaharian baru bagi masyarakat. Sehingga mereka tidak lagi menanam sawit dan tidak merusak hutan,” ungkapnya.
Dalam hal kebun sawit yang telat terlanjur ditanam, CI memberikan pelatihan kepada masyarakat agar mengelola sawit yang berkelanjutan. Dari mulai pemupukan, cara memanen, mencegah hama, dan lain sebagainya.
3. Rekrut masyarakat lokal untuk jadi relawan polisi patroli hutan dan memasanga kamera trap
Selain mengajarkan tentang bertani dan mengelola sawit berkelanjutan, CI dan Pemkab Tapanuli Selatan bekerja sama merekrut warga sekitar hutan lindung untuk menjadi relawan polisi patroli hutan.
Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) X Sumatera Utara, Zulkarnaen Hasibuan mengatakan setiap kali patroli, relawan dan tim dari KPH X memakan waktu hingga 10-14 hari. Tujuannya adalah untuk menyusuri hutan dan menjegah perusakan dan pembalakan liar di hutan.
Sahrul, salah satu anggota relawan polisi patroli hutan, mengatakan, bertemu dengan beberapa warga yang sedang beraktivitas.
“Ada sekitar 200 KK, tidak tahu berapa luas lahan yang dibuka, tapi satu orang ada yang punya 10 hektare lahan,” ungkap Sahrul.
Selain itu para relawan melakukan pemasangan kamera trap untuk mengetahui berbagai satwa yang ada di dalam hutan lindung.
“Yang merekrut dan mendani relawan ini ada CI,” ujar Zulkarnaen.
Hingga saat ini kamera trap sudah dipasang di 12 titik mencakup wilayah 4.800 hektare, meliputi wilayah Hutan Lindung Angkola dan sekitarnya. Setelah perekaman berlangsung selama 95 hari, dari bulan Maret hingga Juni 2019, berhasil merekam 450 foto, terdiri dari 420 foto satwa (15 jenis mamalia dan 3 jenis burung). Sisanya, 30 foto manusia termasuk anggota tim.
“Beberapa satwa yang berhasil ditangkap, antara lain, tapir, rusa sambar, babi celeng, kancil, kijang, kambing hutan, beruang madu, binturong, musang belang, musang leher kuning, trenggiling, beruk, landak raya, landak ekor panjang, alap-alap kawah, kuau raja, sempidan biru, dan anjing kampung,” jelas Sarmaidah Damanik.
4. Pabrik kelapa sawit tidak mau menerima buah dari petani yang merusak hutan
Selain mengedukasi masyarakat untuk tidak merusak hutan lindung, pabrik kelapa sawit di Batangtoru, Tapanuli Selatan juga sudah memiliki kesadaran yang sama.
PKS milik PTPN III Hapesong misalnya. Mereka secara tegas akan menolak buah sawit dari petani sawit yang merambah hutan lindung. Untuk itu, sebelum bisa memasok kelapa sawit ke PKS PTPN III Hapesong, warga harus mendaftar dulu dan lahan sawitnya akan disurvei.
“Kita ga akan menyetujui permohonan kalau lahan sawitnya di hutan lindung atau sudah merusak hutan,” kata Masinis Kepala PKS Hapesong, Monica Manurung.
Selain itu buah sawit yang diterima harus sempurna tua termasuk brondolan sawit dan ukuran yang sudah ditentukan. Ini mendorong masyarakat untuk benar-benar merawat sawit agar berkelanjutan dan tidak merusak hutan.
“Jadi kelapa sawit yang tiba, kita sortir, jika ada yang tidak sesuai akan dikembalikan kepada pemasok. Kita pastikan kelapa sawit yang masuk pabrik tidak ada masalah termasuk pengirimnya juga harus jelas “kata Monika Manurung.
5. Ajak ratusan petani mengikuti sekolah lapang
Setelah punya kesadaran akan sawit berkelanjutan dan pencegahan kerusakan hutan, maka CI mengajak para petani sawit di Batangtoru, Tapanuli Selatan untuk memiliki Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Untuk mewujudkan sertifikasi ISPO dan RSPO bagi petani mandiri, Conservation International (CI) Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Tapanuli Selatan menjalankan program dengan target sertifikasi sedikitnya untuk 1.000 petani mandiri.
Dari target tersebut, saat ini telah ada 706 petani yang sedang dalam tahap mendapatkan sertifikat tersebut. Salah satu kegiatan yang harus dilalui oleh petani sebelum mendapatkan sertifikat adalah sekolah lapang.
Isner Manalu, Volcafe Project Manager Conservation International (CI) Indonesia menjelaskan, melalui sekolah ini para petani diajarkan menciptakan kebun yang berkelanjutan dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya (alam).Seperti pengendalian gulma, pembersihan lingkungan, pemupukan, pembuatan kompos, dan pengendalian penyakit.
Program yang dijalankan sejak 2018 lalu itu diawali dengan mengadakan training of trainer kepada para kader petani andalan yang terdiri dari 15 penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan 27 kader. Setelah terampil, mereka bisa ke kelompok tani masing-masing dan melanjutkan sekolah lapang itu bersama angota kelompoknya.
Ada 9 modul yang diajarkan untuk petani, antaranya good agricultural practices, modul konservasi, pentingnya hutan, pemanasan global, agro ekosistem, fungsi hutan untuk lingkungan, dan modul sertifikasi ISPO. Satu modul diajarkan dalam 1 kali pertemuan, satu pertemuan dilaksanakan 1 minggu sekali.
Menurut Isner, saat ini sudah ada 706 petani yang tergabung dalam program tersebut. Petani tersebut berasal dari 17 kelompok tani di Kecamatan Angkola Selatan, Batang Toru, dan Muara Batang Toru.