InfoSAWIT, JAKARTA – Dikatakan Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, Trias Fetra, sampai saat ini masih banyak persoalan tata kelola sawit yang harus dibenahi agar petani dan daerah sejahtera, di antaranya sengkarut perizinan, perkebunan tanpa izin, legalitas lahan dan kebun petani, subsidi yang tidak tepat sasaran, prioritas anggaran bagi kesejahteraan petani yang minim, hingga perimbangan keuangan pusat-daerah yang dirasa belum adil.
“Oleh karena itu, moratorium sawit selama 3 tahun ini harus diperpanjang agar semua pihak punya waktu cukup untuk berbenah,” ujarnya dalam keterangan tertulis diterima InfoSAWIT, Selasa (9/2/2021).
Sengkarut perizinan sawit membuat pendapatan daerah kurang optimal. Setidaknya Madani mencatat terdapat 11,9 juta izin sawit yang belum ditanami sawit. Area ini perlu mendapat perhatian sebagai prioritas revisi izin yang telah diberikan. Disisi lain terdapat pula 8,4 juta tutupan sawit yang belum terdata izin sawitnya. Tentunya pemerintah pada area ini perlu mencermati dan memastikan status izin yang ada agar dapat mengoptimalkan pendapatan negara.
Trias Fetra menambahkan, selain memperpanjang moratorium sawit, Pemerintah juga perlu membuat formula baru untuk memperbaiki kesejahteraan petani sawit melalui pengelolaan harga TBS dan dana perkebunan sawit, karena saat ini penggunaan Dana Perkebunan Sawit tidak tepat sasaran, sehingga tidak memberikan dampak terhadap kesejahteraan petani sawit. “Selain itu, formula penetapan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani lebih banyak menguntungkan dan mensubsidi pengusaha,” tutur Trias Fetra.
Dalam kajian yang dilakukan oleh Madani, dana perkebunan sawit yang seharusnya digunakan untuk program yang berkaitan langsung dengan pengembangan perkebunan sawit, seperti program peremajaan sawit rakyat, program pengembangan sarana dan prasarana perkebunan sawit, program peningkatan sumber daya manusia di sektor perkebunan sawit dan sebagainya, ternyata lebih banyak digunakan untuk program subsidi biodiesel. (T2)