Harga CPO juga telah berhasil menembus level 4.000 ringgit per ton pada Kamis (27/4/2021) lalu. Kala itu, harga minyak kelapa sawit dengan kontrak teraktif diperdagangkan pada 4.069 ringgit per ton.
Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) berhasil mencatatkan kenaikan di atas 7 persen sepanjang bulan April 2021. Meski demikian, peluang kelanjutan reli semakin sulit seiring dengan prospek perbaikan produksi.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (30/4/2021) lalu, harga CPO kontrak Juli 2021 terpantau turun 1,7 persen ke level 3.868 ringgit per ton setelah sempat mencatat level tertinggi pada 3.996 ringgit per ton.
Harga CPO juga telah berhasil menembus level 4.000 ringgit per ton pada Kamis (27/4/2021) lalu. Kala itu, harga minyak kelapa sawit dengan kontrak teraktif diperdagangkan pada 4.069 ringgit per ton.
Adapun, sepanjang periode April 2021, harga komoditas ini telah melesat 7,1 persen. Pergerakan ini sekaligus menjadi catatan kenaikan bulanan kedua sepanjang tahun 2021.
Head of Trading and Hedging Strategies Kaleesuwari Intercontinental, Gnanasekar Thiagarajan menjelaskan, penguatan CPO didorong oleh reli pada komoditas substitusinya, yakni minyak biji kedelai.
Ia memaparkan, lonjakan pada minyak biji kedelai ditopang oleh prospek keterbatasan pasokan dari negara-negara produsen. Hal ini disebabkan oleh sentimen cuaca yang tidak kondusif bagi penanaman biji kedelai sebagai bahan baku pembuatan.
“Siklus cuaca yang tidak mendukung minyak biji kedelai meningkatkan daya tarik CPO sebagai alternatif yang lebih murah,” jelas Thiagarajan dikutip dari Bloomberg, Minggu (2/5/2021).
Thiagarajan menjelaskan, faktor fundamental berupa pasokan dan permintaan CPO saat ini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pasar. Hal tersebut disebabkan oleh reli harga yang juga terjadi pada jenis minyak nabati lainnya.
Ia melanjutkan, jumlah produksi dan cadangan CPO kemungkinan akan mengalami penambahan dalam waktu dekat. Meski demikian, menurutnya untuk saat ini pelaku pasar sedang membiarkan sentimen tersebut.
Data dari AmSpec Agri menyebutkan, total ekspor CPO Malaysia pada periode 1 – 30 April adalah sebanyak 1,4 juta ton. Jumlah tersebut naik sekitar 9,7 persen bila dibandingkan dengan periode Maret lalu di kisaran 1,27 juta ton.
Meski menunjukkan tren positif, Thiagarajan memprediksi reli harga CPO tidak akan berlanjut memasuki bulan Mei. Hal ini salah satunya disebabkan oleh penurunan permintaan dari India akibat lockdown pada sejumlah wilayah menyusul lonjakan penyebaran virus corona.
“Setelah harga biji kedelai dan produk turunannya mulai menurun, koreksi tajam pada CPO akan terjadi,” kata Thiagarajan.
TA Securities dalam risetnya menyebutkan, potensi koreksi harga CPO pada tahun ini akan semakin tinggi memasuki semester II/2021. Meski demikian, rerata harga CPO untuk tahun 2021 diyakini lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020.
TA Securities juga meningkatkan target harga CPO untuk tahun 2021 menjadi 3.000 ringgit per ton untuk 2021 dari sebelumnya 2.600 ringgit per ton. Sementara itu, target harga CPO pada tahun 2022 juga ditingkatkan 17 persen ke level 3.050 ringgit per ton.
“Proyeksi harga merupakan cerminan dari sejumlah sentimen, yakni persediaan cadangan CPO yang lebih rendah dibandingkan ekspektasi, keterbatasan pasokan minyak nabati global, serta kenaikan harga minyak mentah yang berimbas positif untuk biodiesel,” demikian kutipan laporan tersebut.
Senada, laporan dari UOB Kay Hian menyebutkan harga CPO akan menghadapi risiko downside dari kenaikan jumlah cadangannya. Kenaikan cadangan CPO Malaysia akan terjadi menyusul musim panen sawit dengan hasil yang cukup besar.
Selain itu, nilai ekspor diperkirakan tidak akan menguat signifikan karena kompetisi harga dengan negara produsen CPO lainnya, Indonesia.
“Perkiraan harga CPO menurut kami berada di level 3.000 ringgit per ton. Kami juga tetap memperhatikan potensi pelemahan harga dari meningkatnya jumlah produksi,” jelas laporan dari UOB Kay Hian
Sementara itu, Founder Traderindo.com Wahyu Laksono mengatakan, penguatan harga CPO sepanjang April 2021 ditopang oleh tren serupa pada komoditas biji kedelai dan minyak mentah. Pada saat yang sama, pergerakan dolar AS juga menunjukkan tren yang cenderung melemah pada bulan ini yang memicu reli harga komoditas.
“Sentimen akhir pekan kemarin memang kurang bagus. Pascapertemuan The Fed, dolar AS mulai menguat. Apalagi, CPO trennya sedang diatas, sehingga wajar memicu terjadinya koreksi,” kata Wahyu saat dihubungi, Minggu (2/5/2021).
Wahyu mengatakan, prospek harga CPO ke depannya dibayangi oleh sejumlah sentimen negatif dari luar negeri. Ia memaparkan, kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi yang disebabkan oleh penguatan dolar AS dapat menekan harga minyak kelapa sawit.
Dia melanjutkan, setelah melewati bulan Ramadan dan Idulfitri, potensi koreksi harga CPO akan semakin kuat. Hal ini terjadi seiring dengan siklus cuaca La Nina yang telah rampung sehingga memudahkan proses penanaman dan panen buah sawit.
Wahyu memprediksi, pada kuartal II/2021, harga CPO diproyeksikan pada kisaran 3.500 hingga 4.100 ringgit per ton. “
Saat ini masih terjadi tarik-menarik antara sentimen-sentimen yang ada di pasar CPO. Sehingga, walaupun nantinya naik, level 3.600 masih jadi target koreksi,” katanya.
Author: Lorenzo Anugrah Mahardhika
Editor : Aprianto Cahyo Nugroho