Prospek bisnis Vitamin A dan E di dalam negeri sangat besar. Indonesia bisa menghasilkan natural base Vitamin A dan E yang dibutuhkan pasar global.
Mungkin belum banyak yang tahu, ternyata minyak sawit tidak hanya digunakan untuk bahan baku makanan, kosmetik, produk kebersihan dan juga dimanfaatkan untuk energi terbarukan bahan bakar nabati. Melainkan masih memiliki potensi yang belum diindustrialisasikan menjadi produk yang memiliki nilai keekonomian.
Baru-baru ini dalam webinar diungkapkan potensi minyak sawit yang mengandung Vitamin A dan E sebanyak 16 kali lebih tinggi dari vitamin A yang ada di wortel. Sementara Vitamin E yang ada juga lebih tinggi dibanding pada minyak nabati lainnya, seperti kedelai, zaitun dan biji bunga matahari.
Berdasarkan data yang himpun pada 2018 Indonesia mengimpor sebanyak 603 ton Vitamin A dan pada 2019 mengimpor vitamin A sebanyak 469 ton. Vitamin A ini sebagian digunakan untuk Fotifikasi.
Mengingat Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Sehingga Indonesia berpotensi menjadi eksportir Vitamin A dan E yang sangat efisien. “Kalau kita bicara prospek maka akan melihat demand dan supply yang ada di dalam dan luar negeri. Dan, ini jelas sekali karena penduduk Indonesia nomor 4 di dunia. Tetapi Malnutrisi ada dimana-mana yang menyebabkan Stunting,” ujar Prof. Bungaran Saragih, Menteri Pertanian Era Kabiner Gotong Royong, saat memberikan sambutan, pada Webinar Prospek Bisnis Vitamin A dan E Berbasis Minyak Sawit, Rabu (9 Desember 2020).
Dikatakan Prof Bungaran, potensi pasar (demand) untuk bisnis Vitamin A dan E di dalam negeri sangat besar apa lagi di luar negeri karena kita bisa menghasilkan natural base Vitamin A dan E yang masih sangat langka. “Dan, potensi ini sangat besar karena kita memiliki minyak sawit yang sangat besar,” katanya.
Selanjutnya, ia mengatakan saat ini Indonesia sudah berhasil memproduksi minyak mentah sawit atau CPO dan PKO yang terbesar di dunia. “Ini menjadi sumber inspirasi menjadi penghasil down stream minyak sawit terbesar di dunia. Bisnis dalam dan luar negeri yang berguna untuk kesehatan.Tetapi, masih ada proses yang panjang, yang harus mengerti, kuasai, dan kontrol mengekstrak dari Tandan Buah Segar sawit menghasilkan Vitamin A dan E,” lanjutnya.
Pada kesempatan itu, Rapolo Hutabarat, KetuaUmum APOLIN menyampaikan masih banyak potensi minyak sawit untuk aspek keekonomian. Salah satunya prospek bisnis Beta Carotene (vitamin A) dan Tocopherol (Vitamin E) yang terkandung pada minyak sawit. “Tetapi, potensi bahan baku, di dalam minyak sawit ada Beta-Coroten dan Tocopherol masih terabaikan,” ujarnya.
Hasil simulasi perhitungan potensi Beta Carotene dan Tocopherol yang ada. Jika CPO sebanyak 300 ppm maka dalam 1 ton CPO terdapat 0,3 gram/ton, dengan asumsi 45 juta ton CPO/ tahun maka berpotensi Beta Carotene sebesar 13,5 ribu ton. Dan, berbagai literatur menyampaikan di dalam CPO ada sekitar 300-500 ppm. Dan, terdapat Tocopherol kadarnya ada 600-1.000 ppm maka ada 0,6kg/ton dengan asumsi 45 juta ton CPO/tahun sebesar 27 ribu ton.
Disampaikan Rapolo harga beta karoten untuk Vitamin A, toko ferol untuk Vitamin E Beta-Carotene yang natural di pasar internasional US$ 350-7.500/kg. Sementara untuk tocopherol US$ 100/kg. Untuk Beta Carotene sintetis lebih murah yaitu US$ 250/kg dan sintetis tocopherol US$ 20-75/kg.
“(Betakaroten dan Tokoferol) dari sawit adalah tambang yang harus digali bersama. Nilai ekonominya sangat besar,” jelas Rapolo.
Lebih lanjut, Rapolo menambahkan dengan potensi yang dimiliki, sebenarnya Indonesia sudah mengabaikan karena belum tersentuh oleh industri secara komersil. “Untuk Natural Beta Carotene dengan harga US$ 350/kg sudah mengabaikan potensi sebanyak US$ 4,7 miliar/tahun dengan asumsi 13,5 ribu ton x US$ 350/kg. Dan, dari Natural Tocopherol sudah mengabaikan potensi dengan asumsi 27.0 ribu ton x US$ 50/kg = US$2,7 miliar. Kami kira ini prospek bisnis cukup besar, untuk industri dan nilai tambah di dalam negeri,” lanjutnya.