JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18/2021 mengenai Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat Sekitar (FPKM) dinilai akan mempermudah pola kemitraan di perkebunan sawit. Dengan keterbatasan lahan, perusahaan sawit punya pilihan program kemitraan yang akan berdampak positif bagi masyarakat.
“Bagi kebun yang dibangun setelah tahun 2007. Tetapi belum punya plasma apabila sulit mendapatkan lahan. Solusinya, mereka diberikan ruang untuk kegiatan kemitraan dalam bentuk lain seperti kegiatan penyediaan hewan ternak/bibit ternak atau budidaya perikanan,” ujar Eddy Martono, Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melalui layanan WhatsApp, Sabtu (5 Juni 2021).
Dalam pasal 7 di Permentan 18/2021 dijelaskan bahwa bentuk kemitraan lainnya dilakukan pada kegiatan usaha produktif perkebunan. Selanjutnya disebutkan bahwa pola kemitraan lain yaitu subsistem hulu, subsistem kegiatan budi daya, subsistem hilir, subsistem penunjang, fasilitasi kegiatan peremajaan tanaman perkebunan masyarakat sekitar, dan/atau bentuk kegiatan lainnya.
Di kegiatan subsistem hulu, pola kemitraan seperti penyediaan benih bersertifikat dan berlabel, pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan, penyediaan pupuk penyediaan pestisida, pembangunan/pemeliharaan sarana di dalam kebun.
Untuk kegiatan subsistem hilir, model kemitraan diantaranya penyediaan sarana dan prasarana di luar Kebun penyediaan sarana alat dan tenaga kerja (brigade) pemantau kebakaran lahan dan pemanenan, pengolahan, pemanfaatan limbah hasil perkebunan.
Di kegiatan subsistem penunjang berupa kegiatan pembangunan pendukung kelengkapan prasarana dan kegiatan pengangkutan.
Fasilitasi kegiatan peremajaan tanaman perkebunan masyarakat sekitar berupa penyediaan benih bersertifikat, Penebangan tanaman tua, pencacahan tanaman tua, pembuatan titik tanam /pemancangan, dan penanaman, penyediaan pupuk, penyediaan pestisida, penyediaan tenaga kerja, penyediaan mesin pertanian.
Sementara itu, bentuk kegiatan lainnya antara lain asistensi pembangunan Kebun dan/atau pemeliharaan Kebun, penyediaan hewan ternak/bibit ternak dan/atau sarana ternak dalam rangka integrasi dengan tanaman kelapa sawit, penyediaan hewan air dan sarana perikanan dalam rangka usaha pengembangan budi daya ikan, sarana fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial diluar tanggung jawab Pemerintah, fasilitasi pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan dan/atau bimbingan teknis, dan fasilitasi sertifikasi perkebunan berkelanjutan dan sertifikasi lainnya, penyediaan sarana dan prasarana dalam rangka pemanfaatan produk samping tanaman kelapa sawit seperti biomassa, limbah cair, bungkil sawit, dan cangkang sawit
“Tapi pola kemitraan bentuk lainnya tadi hanya ditujukan kepada kebun yang dibangun di atas tahun 2007 dan belum melakukan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat,” tegas Eddy Martono.
Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian, mengakui permentan 18/2021 memang lebih akomodatif karena lahan mulai susah diperoleh. Namun, bagi perusahaan yang membangun kebun di bawah 2007 tapi belum melakukan FPKM. Maka, tetap diwajibkan membangun kebun plasma dengan merujuk Permentan Nomor 98/2013 mengenai Pedoman Perizinan Perkebunan.
“Intinya yang sudah pernah melakukan (plasma) seperti PIR KKPA atau yang setara. Tidak akan dikenakan kewajiban lagi,” urai Heru.
Eddy Martono berharap karena beleid relatif baru sebaiknya ada aturan pelaksanaanya supaya penerapan di lapangan tidak terjadi kerancuan. Memang di dalam Permentan ini seperti tertulis di Ketentuan Peralihan pasal 43, bagi perusahaan yang telah melakukan usaha perkebunan tetapi belum memenuhi kewajiban FPKM. Wajib memenuhi kewajiban tersebut berdasarkan Permentan 98/2013. Ketentuan ini menjadi lebih jelas bagi pelaku usaha.
“Waktu sebelum tahun 2007 memang tidak ada kewajiban. Perlu diketahui bahwa sebelum tahun itu masih ada program inti plasma seperti PIR Bun, PIR Trans, PIR KKPA, dan Revitalisasi Perkebunan. Jadi perusahaan tersebut kebanyakan membangun plasma melalui program tadi. Kendati tidak semua perusahaan melakukan itu karena memang belum menjadi kewajiban,” pungkas pria asal Yogyakarta ini.