Pemusatan Pelabuhan Ekspor CPO di Dumai Bikin Pengusaha Pening

Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI) menyatakan lokasi pelabuhan ekspor saat ini belum ideal.

Bisnis.com, JAKARTA – Industri minyak nabati, khususnya minyak mentah kelapa sawit (CPO) dan turunannya, konsisten menopang performa ekspor sebesar lebih dari 10 persen.

Namun demikian, dukungan pemerintah terkait infrastruktur dinilai masih kurang. Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI) menyatakan lokasi pelabuhan ekspor saat ini belum ideal.

Asosiasi menilai penambahan penggantian pelabuhan ekspor ke titik ujung negeri akan membuat daya saing produksi lokal CPO dan turunannya akan lebih tinggi di pasar global.

“Jangan dibawa ke Dumai untuk ekspor, kacau kami. [Pemindahan pelabuhan ekspor] itu yang harus dipikirkan pemerintah. Jangan terpusat di Dumai, itu yang keliru,” kata Ketua Umum GIMNI Sahat Sinaga kepada Bisnis, Minggu (1/3/2020).

Sahat berujar pemerintah harus mendekatkan pelabuhan ke pabrikan. Pasalnya, menurutnya, pendirian lokasi pabrikan akan menyesuaikan lokasi pelabuhan dan bukan sebaliknya.

Sahat mengusulkan adanya tiga pelabuhan baru. Pertama, pelabuhan ekspor untuk tujuan India, Eropa, dan Afrika Timur di Meulaboh, Daerah Istimewa (DI) Aceh. Sahat menilai lokasi tersebut akan membuat daya saing produk hilir CPO nasional lebih tinggi dari Malaysia di pasar-pasar tersebut.

Kedua, Pelabuhan Maloy, Kalimantan TImur untuk pasar China, Myanmar, dan Asia Timur. Adapun, pemerintah juga harus menambah pelabuhan antara di Pontianak, Pangkalan Bun, atau Banjarmasin agar pabrikan CPO di Kalimantan dapat langsung memasok kebutuhan di pasar domestik.

Ketiga, Pelabuhan Laut Biak, Papua untuk pasar Amerika. Sahat berujar pembangunan pabrik di sana akan meringankan beban logistik pabrikan CPO dan turunannya di Papua. Pasalnya, pabrikan CPO dan turunannya di Papua juga harus mengirimkan pasokan ke Dumai untuk keperluan ekspor.

Sahat menghitung pembangunan pelabuhan-pelabuhan tersebut akan meningkatkan daya saing pabrikan yang berdiri di sana sekitar US$15-US$20 per ton. Di sisi lain, Sahat meramalkan pabrikan hilir eksisting pun akan eksodus ke lokasi-lokasi tersebut jika pelabuhan-pelabuhan tersebut dibangun.

 

Editor : David Eka Issetiabudi