GABUNGAN Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) menyatakan telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk menghadapi kebijakan bebas truk dengan dimensi dan muatan berlebih atau zero ODOL (over dimension over loading) yang diterapkan pemerintah pada 2023 mendatang.
Pengurus Gapki Agung Wibowo di Jakarta, menyatakan kebijakan tersebut akan berdampak kepada peremajaan truk mencapai sekitar 14.628 unit/tahun (untuk truk yang berumur 10 tahun), dengan potensi anggaran yang dibutuhkan Rp10 triliun. Selain itu juga akan berdampak terhadap 1.625 perusahaan.
“Namun demikian Gapki tetap melakukan persiapan menuju bebas truk ODOL tersebut, dengan beragam strategi misalnya, mempersiapkan tambahan jumlah truk menjadi 2 kali dari saat ini. Lantas, mempersiapkan tambahan jumlah supir menjadi 2 kali dari saat ini,” ujarnya.
Kemudian, mempersiapkan dana tambahan untuk kebutuhan investasi tambahan, modifikasi dan operasional tambahan.
Termasuk mempersiapkan proses tambahan (loading dan unloading) sehingga tidak terjadi antrean yang panjang. Termasuk meminta persiapan penambahan lebar jalan maupun kelas jalan sesuai dengan bertambahnya armada truk yang akan beroperasi,” ujarnya dalam webinar yang diadakan Forum Jurnalis Sawit (FJS), bertajuk Kesiapan Perkebunan Menyiapkan Langkah langkah Strategis untuk Mewujudkan Program bebas Truk ODOL
Agung menyatakan bagi pelaku perkebunan kelapa sawit penerapan kebijakan tersebut menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi, lantaran dengan luasnya perkebunan kelapa sawit yang tersebar di 22 provinsi, dimana 13 provinsi diantaranya menguasai 95 persen sentra produsen sawit terbesar Indonesia, yakni Sumatera, Kalimantan-kecuali Kaltara, Bangka-Belitung), dengan produksi crude palm oil (CPO) total mencapai 40,6 juta ton.
Selama periode 2019-2020, tambahnya, terdapat beragam hambatan yang menyangkut isu angkutan atau logistik, seperti hambatan penerbitan dan perpanjangan Keur (truk kebun dan jalan raya) berdampak pada 13 provinsi.
Kemudian hambatan permintaan normalisasi truk berdampak pada 13 provinsi dengan potensial biaya normalisasi mencapai Rp2,1 triliun. “Ongkos angkut berpotensi meningkat hingga dua kali lipat atau setara dengan Rp32 triliun per tahun,” katanya.
Hambatan lainnya, lanjutnya, berupa hambatan denda tilang, hambatan larangan masuk jalur tol truk CPO dan di 2021 muncul relaksasi Zero Odol sampai dengan awal 2023.
Kementerian Perhubungan (Kemhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) terus mendorong Indonesia bebas kendaraan dengan muatan berlebih atau ODOL pada tahun 2023.
Kebijakan ini terbit menyusul munculnya beragam permasalahan seperti, kecelakaan lalu lintas, kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan, tingginya biaya perawatan infrastruktur. Kendaraan ODOL ini juga bisa mengurangi daya saing internasional karena tidak bisa melewati pos lintas batas negara (PLBN).
Direktur Prasarana Transportasi Jalan, Kemenhub, Mohamad Risal Wasal mengatakan saat ini pelaksanaan bebas Odol mulai diterapkan di Tol Jakarta – Bandung, lantas pelaksanaan bebas Odol di Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni dan Ketapang – Gilimanuk, serta penegakan hukum P21 Pasal 277 KUHP.
Untuk 2021-2022, guna mendukung penerapan Odol akan dilakukan pembentukan jaringan lintas logistik dan pengembangan sistem enforcement, pengembangan integrasi sistem, melakukan pembentukan database bank pengemudi, termasuk peningkatan kualitas jalan dan jembatan.
“Serta melakukan MoU antara Menteri Perhubungan, Menteri Perindustrian, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perdagangan dengan Kapolri, maka puncaknya di 2023 Indonesia diharapkan akan bisa bebas Odol,” kata Risal. (Ant/OL-13)