Jakarta – Uni Eropa (UE) disebut melancarkan kampanye hitam terhadap produk kelapa sawit Indonesia. Mereka menganggap produk sawit Indonesia merusak lingkungan dan memiliki dampak yang tidak baik.
Namun, Kuasa Usaha Ad Interim Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles Michel-Geurts menepis hal tersebut. Ia mengatakan, otoritas UE tak pernah mempengaruhi pasar lewat kampanye hitam.
“Kami tidak punya urusan dengan perusahaan makanan yang memberi label ‘free palm oil’ pada produk mereka. Itu adalah kesadaran pasar sendiri. Kesadaran untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik,” tutur Geurts dalam media briefing kerja sama Uni Eropa dan Indonesia terkait kelapa sawit, di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Menurut Geurts, menurunnya penjualan kelapa sawit sepenuhnya karena mekanisme pasar. Perubahan kebiasaan masyarakat Eropa yang mulai mengonsumsi produk yang ramah lingkungan dan juga sehat diklaim tak hanya terjadi pada sawit, tetapi juga terjadi pada produk-produk yang mengandung gluten, kimia, dan sebagainya.
“Saya bisa ceritakan bagaimana produsen gula yang tidak senang dengan perusahaan pangan yang mengampanyekan sugar free, atau produsen gluten yang frustrasi dengan kampanye ‘gluten free‘. Seperti itulah pasar Eropa. Selamat datang di Eropa,” kata Geurts.
Untuk itu, ia mengatakan, Indonesia sebaiknya melakukan upaya yang menonjolkan kelebihan produk sawit, sehingga Indonesia tak gentar lagi dengan kampanye hitam kelapa sawit.
“Jelaskan kalau sawit itu punya produktivitas tinggi. Masuk saja ke dalam permainan pasar,” pungkasnya.
Sebagai informasi, per Juli 2019, harga tandan buah segar (TBS) sawit hanya sekitar Rp 120-150/kg, jauh dari harga normal yang berkisar Rp 600-700/kg.
(ara/ara)
https://finance.detik.com/industri/d-4694778/uni-eropa-bantah-terlibat-kampanye-hitam-sawit-ri