TEMPO.CO, Jakarta – Tren kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) diperkirakan mampu berlanjut hingga 2021. Sejumlah sentimen mendukung laju harga komoditas ini.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono menyatakan tren positif harga CPO dipicu produksi yang menurun akibat pandemi. Kegiatan produksi terhambat pembatasan wilayah. “Selain itu, sejumlah perusahaan perkebunan sawit sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja sehingga mempengaruhi produktivitas,” ujarnya kepada Tempo, Kamis 10 Desember 2020.
Kegiatan produksi minyak sawit juga terancam menurun karena faktor iklim. Saat ini tengah terjadi La Nina yang akan memicu curah hujan tinggi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan puncak La Nina terjadi pada November dan Desember 2020.
Faktor lain yang mendukung kenaikan harga CPO adalah lonjakan harga kacang kedelai. Harga komoditas ini meningkat akibat antisipasi pasokan sawit yang menipis dari Indonesia dan Malaysia tahun ini.
Di sisi lain, permintaan terhadap CPO terus meningkat. Menurut Wahyu tingginya permintaan masih akan bertahan hingga tahun depan lantaran ada harapan pemulihan ekonomi dengan vaksin.
Dia memperkirakan harga CPO hingga tahun ini berpotensi bertahan di kisaran 3.600 ringgit Malaysia. Sementara tahun depan harganya diestimasi mampu mencapai kisaran 3.800 ringgi Malaysia.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menyatakan harga CPO juga akan terbantu program pencampuran biodiesel dan solar. Pemerintah telah menjalan program pencampuran biodiesel hingga 30 persen atau B30. Tahun depan pengujian untuk B40 akan dilakukan dengan target penerapan pada 2022.
“Permintaan terhadap komoditas ini akan terus meningkat,” katanya. Terlebih lagi program ini didukung pemerintah dengan menyesuaikan tarif pungutan ekspor CPO berjenjang sesuai harga CPO.
Namun dia menyatakan harga CPO masih rentan. Kenaikan harga akan memicu tambahan produksi sehingga pasokan di pasar akan berlebihan. Meski permintaan berpotensi tinggi namun pandemi masih belum jelas akhirnya. Ibrahim memperkirakan harga CPO dapat turun di kisaran 2.800 ringgit Malaysia.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Sahat Sinaga, membenarkan bahwa pergerakan positif harga CPO akan mempengaruhi produksi. “Kalau harga mulai bagus, maka petani juga mulai rajin memupuk,” ujarnya.
Dengan kenaikan harga sejak Juni 2020, dia memproyeksi produksi CPO pada 2021 akan tumbuh sekitar 3 persen. Jumlahnya meningkat dari estimasi produksi tahun ini yang mencapai 47 juta ton menjadi 48,4 juta ton. Sementara produksi Crude Palm Kernel Oil (CPKO) diperkirakan naik 4 persen dari 4,6 juta ton di 2020 menjadi 4,8 juta ton di 2021.
Dari proyeksi produksi itu Sahat memperkirakan jumlah ekspor sawit tahun depan mampu mencapai 36,7 juta ton. Sebanyak 80 persennya berupa ekspor produk hilir sawit. Sementara ekspor CPO diestimasi berjumlah 7,4 juta ton. Angka perkiraan ini senada dengan perhitungan pemerintah yang mengestimasi kenaikan ekspor sawit pada 2021 menjadi 36 juta ton dari tahun ini sekitar 32, juta ton.
VINDRY FLORENTIN