Kuala Lumpur (ANTARA) – Malaysia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengambil tindakan hukum terhadap Uni Eropa (EU) dan negara-negara anggotanya — Prancis dan Lithuania — karena membatasi bahan bakar nabati (biofuel) berbasis minyak sawit, kata pemerintah.
Malaysia, yang merupakan negara produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia, menyebut arahan energi terbarukan Uni Eropa sebagai “tindakan diskriminatif”.
Untuk itu, Malaysia sedang berkonsultasi melalui mekanisme penyelesaian sengketa WTO, kata Kementerian Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia dalam sebuah pernyataan pada Jumat (15/1).
Menteri Industri dan Komoditas Perkebunan Malaysia Mohd Khairuddin Aman Razali mengatakan EU melanjutkan pelaksanaan arahan itu tanpa mempertimbangkan komitmen dan pandangan Malaysia, bahkan setelah Malaysia memberikan umpan balik dan mengirimkan misi ekonomi dan teknis ke Eropa.
“Arahan EU itu akan berarti penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar nabati di Uni Eropa tidak dapat diperhitungkan dalam penghitungan target energi terbarukan dan pada gilirannya menciptakan pembatasan perdagangan yang tidak semestinya untuk industri minyak sawit negara itu,” kata Razali dalam pernyataan itu.
Kementerian Malaysia itu pun mengajukan permintaan konsultasi ke WTO dengan kerja sama dari Kantor Jaksa Agung serta Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional.
Malaysia akhirnya mengambil tindakan hukum yang sebelumnya pada Juli tahun lalu telah diperingatkan negara itu terhadap Pengarahan II Energi Terbarukan Uni Eropa (EU Renewable Energy Directive II).
Malaysia akan bertindak sebagai pihak ketiga dalam kasus sengketa pembatasan bahan bakar sawit oleh EU di WTO.
Tindakan hukum terpisah telah diajukan oleh Indonesia, produsen minyak sawit terbesar di dunia, sebagai tanda solidaritas dan dukungan, kata pernyataan kementerian Malaysia itu.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Tia Mutiasari
COPYRIGHT © ANTARA 2021