Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai, penggunaan dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tak sesuai dengan Undang-Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
Ketua SPKS Mansuetus Darto mengatakan, seharusnya bila berdasarkan UU Perkebunan, maka penggunaan dana BPDPKS haruslah difokuskan untuk pengembangan sumber daya manusia, perbaikan sarana dan prasarana perkebunan, peremajaan sawit, promosi hingga pelaksanaan riset dan pengembangan.
“Dalam implementasinya, lembaga ini, mayoritas itu pendanaan tidak berkontribusi untuk melaksanakan UU Perkebunan,” ujar Darto, Kamis (13/2).
Darto berpendapat, yang didukung BPDPKS lebih banyak untuk pengembangan energi nabati yakni B30. Dia berpendapat, anggaran untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit sangat minim, padahal, menurutnya BPDPKS sudah menghimpun hingga sekitar Rp 47 triliun.
Lebih lanjut, Darto juga menyebut pungutan yang dikenakan BPDPKS berdampak buruk bagi petani, terlebih mempengaruhi harga TBS.
Dia menjelaskan, saat pungutan diberhentikan pada Desember, harga TBS kembali normal, di Januari harga TBS meningkat, sementara harga kembali menurun di Februari setelah pungutan kembali diberlakukan.
“Artinya bahwa setiap pungutan yang dilakukan oleh lembaga ini memberikan dampak buruk ke petani, tetapi sedikit pun program B30 maupun industri biodiesel tidak memberikan benefit bagi petani sawit,” kata Darto.
Dia menjelaskan, tidak adanya manfaat tersebut mengingat mayoritas petani swadaya menjual TBS ke tengkulak, sementara Industri biodiesel menerima supply buah untuk memproduksi CPO untuk program B30 dari perusahaan sawit.
Sementara, berdasarkan situs resmi BPDPKS tanggal 17 Desember 2019, total dana yang dihimpun BPDPKS yang berasal dari pungutan ekspor produk sawit mencapai Rp 47,23 triliun.
Dari penerimaan tersebut, telah digelontorkan Rp 33,6 triliun yang dialokasikan sebesar Rp 29,2 triliun untuk insentif biodiesel, Rp 2,3 triliun untuk peremajaan sawit rakyat, Rp 246,5 miliar untuk riset, Rp 121,3 miliar untuk pengembangan sumber daya manusia dan beasiswa, serta Rp 171,3 miliar untuk promosi.