Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) secara besar-besaran telah memicu bertumbuhnya usaha baru di bidang perbenihan, khususnya penangkar. Standar kompetensi diperlukan untuk mereka mampu bekerja lebih efisien dan meningkat dari segi volume dan mutu produk.
Bisnis.com, JAKARTA – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) secara besar-besaran telah memicu bertumbuhnya usaha baru di bidang perbenihan, khususnya penangkar. Standar kompetensi diperlukan untuk mereka mampu bekerja lebih efisien dan meningkat dari segi volume dan mutu produk.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Penangkar Benih Tanaman Perkebunan Indonesia (PPBPTI) Rusbandi berharap pemerintah menetapkan standar kompetensi dalam pengadaan benih dalam Program PSR yang akan menjadi acuan bagi para penangkar, khususnya penangkar baru.
“PSR yang diselenggarakan pemerintah telah memicu tumbuhnya sentra-sentra usaha baru di bidang perbenihan, khususnya para penangkar baru. Namun, hal ini tidak dibarengi adanya standardisasi kompetensi penangkar,” ujarnya seperti dikutip Antara, Sabtu (2/1/2021).
Standar yang diberlakukan ini, lanjutnya, menjadi materi pelatihan terkait dengan kompetensi standar yang harus dimiliki para penangkar. “Kompetensi standar inilah yang harapan kami juga disertifikasi oleh lembaga sertifikasi profesi sehingga masing-masing penangkaran punya sertifikat.”
Menurut Rusbandi, dengan adanya standardisasi dan sertifikasi ini diharapkan para penangkar bisa melakukan perencanaan dengan lebih baik dan bekerja dengan lebih efisien.
“Di samping itu, serta produksi benih siap salur hasil penangkarannya pun diharap bisa meningkat baik dari segi mutu maupun jumlah,” katanya. Menurutnya, ketiadaan standar kompetensi penangkar berpotensi merugikan usaha itu sendiri maupun menggagalkan target program PSR.
Selain penetapan standardisasi oleh pemerintah, perusahaan yang menjadi pemasok benih kecambah bagi para penangkar diharapkan bisa ambil bagian dalam program standardisasi kompetensi ini.
Perusahaan-perusahaan tersebut bisa menjadi penyedia pelatihan kompetensi penangkar sehingga para penangkar tidak lagi kebingungan untuk mencari tempat pelatihan.
“Produsen [benih] juga harus ikut bertanggung jawab dalam rangka tersedianya benih [yang memenuhi] standar [mutu]. Maka, tanggung jawab dilakukan dengan meng-guide menyiapkan para mitranya termasuk penangkar ini,” katanya..
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/2015 pasal 13 butir C yang menyebutkan usaha produksi benih tanaman perkebunan wajib memiliki usaha produksi benih dengan kriteria memiliki tenaga ahli dan/atau terampil di bidang perbenihan.
Ketua PPBTPI Sumatera Utara Zulham menyarankan seleksi ketat dan penindakan atau pemberian sanksi tegas bagi para penangkar yang bekerja di luar prosedur. “Seleksi ketat agar menjaga mutu dan kualitas benih juga penindakan sanksi yang tegas.”
Selain itu PPBTPI juga menyarankan agar para produsen benih, khususnya produsen benih baru bisa lebih aktif merangkul para penangkar baru sehingga penyediaan benih siap salur untuk program PSR berjalan lancar.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah melaksanakan program PSR dengan target meremajakan hingga 180.000 hektare (ha) lahan sawit rakyat per tahun.
Namun, program ini belum berjalan maksimal karena terbatasnya kesediaan benih siap salur di tengah besarnya potensi produksi benih, khususnya di tataran kecambah, serta keterbatasan modal di kalangan penangkar untuk penyaluran benih.
Saat ini setiap penangkar yang ambil bagian sebagai penyedia benih siap salur dalam program PSR telah mendapatkan bantuan modal oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar 30 persen dari total biaya pembelian benih.
Sekretaris PPBTPI Provinsi Aceh M. Saladin Akbar berharap bantuan modal yang didistribusikan bisa diperbesar hingga mencapai 65 persen.
Editor : Fatkhul Maskur