Menurut dia, penolakan tersebut didasarkan pada persoalan yang sudah ada di masyakarakat oleh perusahaan sebelumnya sehingga pihaknya ingin adanya proses evaluasi terhadap kedua perusahaan yang sudah beroperasi di Serawai-Ambalau, yakni PT SHP dan PT SSA.
“Kami tidak menolak investasi masuk ke tempat kami. Tapi kami merasa perlu kejelasan lebih jauh terkait beberapa hal. Ada beberapa persoalan di masyarakat yang belum terselesaikan dengan perusahaan. Mohon hal itu diselesaikan lebih dahulu. Kami merasa perusahaan yang ada masih menimbulkan banyak masalah, masa sudah ada perusahaan baru yang akan masuk lagi,” ungkap Hengki.
Sementara Tim Pembina Pembangunan Perkebunan Kabupaten (TP3K), Gunadi yang hadir dalam pertemuan ini mengatakan, sebelum munculnya perizinan PT LJA, ijin diberikan untuk PT Agro Surya Mandiri dan PT Agro Bina Lestari. Namun kedua perusahaan ini tidak melakukan proses tindaklanjut pekerjaan operasional sehingga pada April 2020 izin usaha perkebunan kedua perusahaan ini dicabut.”Sebelum pembangunan operasional kebun, pihak perusahaan melakukan proses sosialisasi kepada masyarakat setempat. Pola kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan dan masyarakat setempat dikelola oleh koperasi, sebagaimana yang telah diatur bersama oleh kedua belah pihak,” ungkap Gunadi.
Dikatakan dia, berkenaan dengan PT LJA, pihaknya belum bisa memberikan materi karena izinnya di luar kewenangan dinasnya.
Ketua Ketua Komisi D DPRD Sintang Harjono mengtakan, ada dua permasalahan utama yang disampaikan Ikadum yang mewakili masyarakat Kecamatan Serawai dan Kecamatan Ambalau.
Permasalahan pertama, masyarakat ingin mengajukan peninjauan atas operasional perusahaan perkebunan kelapa sawit. Persoalan kedua, tentang masyarakat yang kurang sependapat atas rencana operasional perusahaan perkebunan baru.
“Tadi kita sudah menemui masyarakat dari Ikadum, masyarakat Serawai – Ambalau. Mereka beraudiensi dengan kita beberapa jam lalu. Ada cukup banyak hal yang disampaikan masyarakat terkait dengan keberadaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di sana. Masyarakat merasa bahwa kinerja perusahaan belum optimal dirasakan oleh masyarakat. Kami menghadirkan pihak OPD dan pihak perusahaan,” katanya.
Di pihak lain, Nico S Ahong mewakili masyarakat Desa Begori Kecamatan Serawai menegaskan, warga Desa Begori Kecamatan Serawai sangat setuju dan mendukung masuknya investor perusahaan sawit di daerahnya.
“Warga kami sangat gembira dengan adanya investor yang mau menanamkan modalnya di desa kami. Karena apa, petani penyerah lahan pribadi bukan lahan komunal terkhusus di Desa Begori sampai hari ini merasa manfaat adanya perusahaan sawit,” katanya.
Ia menjelaskan, kalau dikatakan perusahaan SHP yang telah beroperasi di Serawai tidak mensejahterakan masyarakat, ya tidak bisa dijawablah. Sebab kebun sawit yang ada di Serawai, hanya di 16 desa dari 38 desa. Di 16 desa yang ada perkebunan sawit pun, tidak semua masyarakat di masing-masing desa itu menyerahkan lahannya.
“Sejauh ini dampak dari keberhasilan perkebunan sawit sudah petani rasakan. Pembagian hasil walaupun sedikit sudah sampai pada masyarakat. Perusahaan sawit yang ada sekarang juga sudah membantu pembangunan jalan, sehingga jalan dari Popai sampai ke Begori bisa dilewati dengan mobil. Mobil taksi pun sudah sampai di Desa Begori,” tegasnya.
Kata Ahong, yang paling terasa sekali adalah perputaran uang di Kecamatan Serawai sangat besar dengan adanya perusahaan sawit. Kebun plasmanya saja rata rata diproduksi 700 ton perbulan. Ini sudah menghasilkan uang.
“Dari kebun plasmanya saja, perputaran uang setiap panen mencapai Rp500 juta. Mulai dari untuk tenaga panen, pengangkutan dan lainnya. Untuk kebun plasma mampu menampung 80 tenaga kerja. Belum kebun inti,” katanya.
Dengan melihat perkembangan ini, lanjut Ahong, warga Desa Begori menyambut baik PT Lingga Jati Allmansyurin yang akan beroperasi di Kecamatan Serawai. PT ini memiliki luas izin perkebunan sawit sebesar 14 ribu hektare di 9 desa di Kecamatan Serawai.
“Warga di Desa Begori yang memiliki lahan setuju karena bukan hutan yang dibabat tapi lahan bekas ladang dan tanah lalang,” tegasnya.
Editor : Teguh Imam Wibowo
COPYRIGHT © ANTARA