Jakarta, CNN Indonesia — Gerakan menolak impor minyak sawit dari Indonesia dalam perjanjian dagang dengan Swiss dilaporkan di ambang proses referendum.
Seperti dilansir Swiss Info, Senin (16/11), usulan jajak pendapat menolak impor minyak sawit dari Indonesia diajukan oleh serikat tani Swiss, Uniterre, dan seorang petani anggur, Willy Cretegny. Gagasan mereka disebut didukung oleh 50 organisasi.
Uniterre dilaporkan berhasil mendapatkan 59.200 tanda tangan penduduk yang mendukung usulan referendum untuk menolak impor minyak sawit dari Indonesia. Mereka mendaftarkan gagasan jajak pendapat itu kepada Mahkamah Federal di Bern.
Dalam sistem demokrasi di Swiss, masyarakat atau individu diperbolehkan menolak aturan atau kesepakatan yang dilakukan oleh negara.
Pemerintah akan menggelar referendum untuk menentukan nasib kesepakatan atau sebuah aturan, asalkan pihak yang mengajukan bisa mengumpulkan minimal 50 ribu dukungan dalam bentuk tanda tangan, dalam jangka waktu seratus hari setelah perjanjian atau rancangan aturan itu diajukan.
Jika dalam proses verifikasi terhadap dukungan disetujui, maka pemerintah wajib menggelar jajak pendapat.
Uniterre dan beberapa pihak lain mempermasalahkan soal perjanjian Kawasan Perdagangan Bebas (FTA) tentang minyak sawit antara Indonesia dengan sejumlah negara Eropa, yaitu Swiss, Norwegia, Islandia dan Lichtenstein. Kesepakatan itu diteken pada 19 Desember 2019 lalu.
Di dalam perjanjian itu disebutkan kedua belah pihak membebaskan sejumlah komoditi dari pajak, dan memangkas tarif impor minyak sawit dari Indonesia sebesar 40 persen.
Menurut Uniterre, pemerintah Indonesia masih belum mau menerapkan standar lingkungan dan sosial untuk mencegah kerusakan hutan tropis. Mereka menentang undang-undang dan peraturan yang diusulkan untuk konsesi pertambangan, proyek infrastruktur, kertas dan kehutanan.
Para pendukung referendum berkeras bahwa ini akan berdampak buruk bagi iklim dan lingkungan, serta bagi petani kecil dan masyarakat adat.
Cretegny sebagai salah satu penggagas referendum meminta penduduk Swiss untuk menghasilkan dan mengkonsumsi minyak sawit dengan cara yang lebih ramah lingkungan.
“Kita harus menghormati lingkungan kita sebagai satu kesatuan baik dari segi alam, sumber daya, lansekap, hak asasi manusia, kondisi sosial dan ekonomi,” kata Cretegny.
Jika disetujui dan lolos verifikasi, maka kemungkinan proses referendum itu baru bisa digelar pada 2021 mendatang.
(ayp/ayp)