WE Online, Jakarta – Terkait revisi flyer online yang telah diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Regional Mediterania Timur pada beberapa hari yang lalu, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) berharap agar setelah ini, WHO tidak akan melakukan lagi kampanye negatif terhadap kelapa sawit karena dapat merugikan produsen sawit dunia, terutama Indonesia.
Hal itu dinyatakan Ketua Umum DMSI, Derom Bangun, terkait sikap WHO yang menganjurkan kepada masyarakat khususnya orang dewasa untuk tidak mengonsumsi makanan yang mengandung saturated fats (lemak jenuh) seperti minyak sawit dan minyak kelapa.
“Minyak sawit sehat karena punya kandungan berimbang antara saturated dan monounsaturated,” terang Derom.
Awal Mei 2020, di tengah pandemi Covid-19 yang makin masif, pelaku sawit dan publik global dikejutkan dengan kampanye online oleh WHO yang memberikan informasi menyesatkan terkait minyak sawit. Sayangnya, ini bukan pertama kalinya WHO memublikasikan informasi yang terkesan “menyerang” minyak sawit dengan mempromosikan kebijakan yang tidak memiliki bukti ilmiah. Pada tahun 2019 lalu, WHO menerbitkan makalah ilmiah yaitu “The Buletin of WHO”.
Dalam buletin tersebut terdapat sebuah artikel yang berjudul “The Palm Oil Industry and Non-communicable Disease” yang menyamakan dampak kesehatan dari produksi minyak kelapa sawit dengan produksi tembakau. Dalam artikel tersebut, WHO juga menekankan perlunya penelitian yang independen dan komprehensif mengenai dampak minyak sawit terhadap kesehatan, mengingat beragamnya penelitian yang tidak konklusif (saling berlawanan) tentang sawit.
WHO Mediaterania Timur memublikasikan flyer online yang berjudul “Nutrion Advice for Adults during Covid-19”. Flyer tersebut berisi rekomendasi untuk “consume foods containing unsaturated fats (e.g found in fish, avocados, nuts, olive oil, rapeseed oil, sunflower oil, and corn oil), rather than saturated fats (e.g found in meat fat, palm oil, coconut oil, cream, cheese, ghee, and lard)”. Namun akhirnya, WHO regional Mediterania Timur menghapuskan informasi yang mencantumkan “do not eat saturated fats” atau ‘tidak mengonsumsi makanan dari minyak sawit’ dengan kata “eat less saturated fats” setelah pemerintah Indonesia dan Malaysia bersama para pemangku kepentingan industri kelapa sawit melayangkan protes keras terhadap WHO.
Langkah yang dilakukan oleh WHO region Mediterania Timur ini dinilai cukup tepat dengan merevisi materi kampanye sesuai dengan hasil penelitian para ahli dan nutritionist yang valid, bukan berdasarkan black campaign. Apa yang telah dilakukan oleh WHO tersebut juga perlu diapresiasi sebagai upaya untuk mempromosikan citra positif sawit sekaligus mengurangi permusuhan dan pertentangan masyarakat global dengan minyak sawit.
Lebih lanjut, Derom menyatakan bersyukur bahwa WHO telah merevisi imbauan negatif dalam flyer tersebut. “Saat ini, palm oil atau minyak sawit tidak ada tertulis lagi. Kalau minyak kelapa yang semula tertulis, sekarang masih tertulis,” ungkapnya.
Derom juga mengharapkan untuk ke depannya, organisasi dunia seperti WHO tidak lagi mengulang pernyataan negatif yang berpotensi merusak industri sawit sebagai industri strategis Indonesia, terutama di tengah pandemi saat ini. Sementara itu, Dewan Negara-negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) dalam suratnya kepada WHO mengklarifikasi bahwa meski punya kandungan lemak jenuh tinggi, minyak sawit merupakan sumber minyak goreng yang paling banyak digunakan di dunia. Disebutkan, minyak kelapa sawit aman dikonsumsi karena memiliki komposisi beragam asam lemak yang seimbang dan telah dikonfirmasi oleh banyak studi penelitian ilmiah secara global.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum