TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sekjen SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit) Darto Manseutus menegaskan kambeali bahwa kesejahteraan petani rakyat sawit masih jauh panggang dari api. Jika ingin sejahtera, sawit harus berada dalam genggaman petani sawit.
“Sampai saat ini usia sawit di Indonesia sudah 109 tahun. Tapi skema sawit tidak menguntungkan petani. Pendapatan petani belum bisa menjamin kehidupan keluarganya, belum bisa menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi,” ujar Darto dalam webinar bertema ‘Sawit Untung, Petani Buntung’, di Jakarta, Kamis (24/9/2020). Webinar ini diselenggarakan oleh jurnas.com bekerjasama dengan SPKS.
Petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat untuk menentukan harga. Sebab, mayoritas mereka menjual ke tengkulak.
“Merekab hanya menerima harga 70% dari harga yang ditentukan pemerintah,” kata Darto.
Kesejahteraan petani sawit juga belum juga datang kendati telah banyak regulasi dilahirkan. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi tidak mempan untuk menyejahterakan petani.
“Petani sawit masih menjual ke tengkulak, belum bisa ke industri bio diesel. Kalau mau sejahtera, ya sawit harus ada dalam genggaman petani melalui koperasi milik petani,” ujar Darto menegaskan.
Menurut Darto, terdapat beberapa langkah yang bisa memuliakan petani sawit, yakni Penguatan kapasitas petani; Memperkuat kelembagaan petani sawit; Bahan baku B30 bersumber dari petani sawit mandiri; Dana sawit harus diprioritaskan penguatan petani (bukan hanya Peremajaan Sawit Rakyat/PSR).
“Dan harus ada direktorat khusus petani sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),” ujar Sekjen SPKS, Darto Manseutus.(*)