Dampak Virus Korona, Harga Minyak Sawit Mentah Anjlok

WABAH virus korona memberikan dampak luar biasa terhadap perekonomian secara global. Bahkan untuk harga komoditas andalan Sumatra Selatan baik karet maupun kelapa sawit pun ikut berimbas dengan adanya wabah tersebut. Bahkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel membocorkan harga kelapa sawit mentah anjlok hingga 10 persen akibat wabah tersebut. Penurunan harga ini sudah berlangsung sejak dua pekan terakhir.

“Akibat merebaknya virus korona di Tiongkok, imbasnya harga kelapa sawit mentah kita anjlok,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumsel, Alex Sugiarto disela Press Conference Andalas Forum II Palembang, Rabu (5/2).

Ia mengatakan saat ini harga tender CPO (crude palm oil) di KPB (Kantor Pemasaran Bersama Nusantara) senilai Rp8.400 per kilogram.

“Harga itu sudah turun 10 persen,” katanya.

Alex menjelaskan Tiongkok memang merupakan tujuan ekspor CPO dari Indonesia. Adanya wabah virus korona tersebut, kata dia, membuat permintaan komoditas itu menurun lantaran banyak kota-kota yang diisolasi. Saat ini, kata dia, pengusaha sawit berupaya menerapkan efisiensi di tengah pelemahan harga.

“Kami harus menekan cost, efisiensi. Walaupun, kami tetap harus membayar pekerja dengan UMP yang naik 8,5 persen tahun ini,” katanya.

Namun demikian, pihaknya optimistis harga CPO dapat rebound setelah kasus virus korona mereda. Hal itu sesuai pula dengan sejumlah proyeksi yang menaksir bahwa harga komoditas sawit lebih baik pada tahun ini dibanding tahun lalu.

“Sebetulnya kalau kita lihat penurunan harga CPO saat ini hanya bersifat sementara, karena terdampak isu korona saja. Namun selepas dari momen itu, harga bisa membaik karena banyak faktor yang mendukungnya,” katanya.

Alex memaparkan sebelum terjadi wabah virus korona, harga sawit sejak akhir 2019 telah menunjukkan tren peningkatan. Adapun faktor pendukung untuk peningkatan harga CPO berasal dari dalam negeri dan perkembangan di sektor hulu. Ia memaparkan, kondisi internal berupa keputusan pemerintah untuk menerapkan B-30. Artinya, ada penambahan konsumsi di dalam negeri sekitar 3 juta ton dan bisa memengaruhi pasokan ke pasar global.

“Selain itu produksi di kebun sudah turun 20 persen hingga 30 persen karena belakangan petani tidak memupuk sawit akibat pengaruh harga jelek. Jadi, sebetulnya secara pasokan di pasar yang saat ini berkurang mendukung untuk terjadinya peningkatan harga,” paparnya.

Apalagi, kata dia, negara tetangga yang juga produsen sawit, Malaysia, sedang melakukan peremajaan kebun-kebun sawit tua. Untuk itulah, melalui Forum Andalas II Palembang akan menjadi wadah yang tepat untuk berbagi informasi dan pengetahuan kepada anggota Gapki, pemerintah, mahasiswa dan sebagainya.

“Rencananya akan ada lebih dari 400 orang peserta akan ikut dalam forum ini,” tandasnya.

(OL-3)