TEMPO.CO, Jakarta – Duta Besar RI untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa, Andri Hadi secara khusus menyampaikan penyesalan atas penerbitan rancangan Royal Decree on Product Standards for Transport Fuels from Renewable Sources, yang memuat larangan penggunaan palm oil-based biofuels di Belgia. Larangan penggunaan biodiesel minyak kelapa sawit itu berlaku mulai Januari 2022.
Penyesalan Duta Besar Andri juga mengingat rancangan peraturan dimaksud disusun dengan latar belakang kuatnya tuduhan terhadap kelapa sawit sebagai penyebab deforestasi dan komoditas yang dianggap dekat dengan pelanggaran HAM.
“Minyak sawit tidak dapat serta merta dikaitkan dengan isu deforestasi,” kata Duta Besar Andri dalam pertemuan dengan Eliane Tillieux, Ketua Parlemen Federal Belgia di kantor Parlemen, Selasa, 4 Mei 2021.
Menurut Andri, meskipun Indonesia merupakan produsen sawit yang besar, namun tingkat deforestasi Indonesia sangat jauh menurun dalam beberapa dekade terakhir.
Pengakuan keberhasilan Indonesia dalam menangani deforestasi tercermin dari pendanaan global yang diterima Indonesia melalui mekanisme REDD+ (USD 104 juta dari the Green Climate Fund, USD 110 juta dari the World Bank, dan USD 56 juta dari Norwegia).
Andri mengatakan kepada Tillieux, kerja sama erat antara Indonesia dengan UE turut berkontribusi pada capaian Indonesia dalam menekan laju deforestasi. Sampai sekarang, Indonesia menjadi satu-satunya negara mitra UE yang dapat menerbitkan lisensi FLEGT sehingga kayu dan produk kayu Indonesia dapat masuk UE secara lebih mudah.
“Melalui skema sertifikasi tersebut, komoditas kayu Indonesia tidak hanya legal, tetapi juga sustainable. Indonesia mengharapkan untuk meningkatkan ekspor kayu dan produk kayu ke Eropa”, ungkap Dubes Andri.
Meskipun terdapat perbedaan sikap dalam permasalahan minyak kelapa sawit, Tillieux dan Duta Besar Andri sama-sama mengharapkan agar hal tersebut tidak mengganggu hubungan kerja sama yang lebih luas antara Indonesia dan Belgia.