Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI), A. Aziz Pane mengatakan bahwa industri ban Indonesia terus mengalami pertumbuhan, di tengah perang dagang yang terjadi antara Amerika Serika dan Cina. Hal itu dikarenakan pintu ekspor ban Indonesia ke pasar AS terbuka lebar, setelah akses ekspor Cina dan India ke negara itu ditutup.
“Sebenarnya ada keuntungan dari perang dagang antara AS-Cina itu. Karena dengan ditutupnya akses ekspor ban Cina dan India ke AS, ban kita yang sudah punya GSP bisa bebas masuk ke Amerika,” ujar Aziz dalam Seminar Apolin “Ragam Industri Pengguna Produk Oleochemical Indonesia”, yang digelar di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, Rabu (3/7).
Tidak hanya ditutupnya akses ekspor Cina dan India ke AS, melemahnya pertumbuhan ekspor ban di negara-negara seperti Jepang dan negara lainnya di Uni Eropa juga mempengaruhi menggeliatnya penjualan ban Indonesia.
Hingga saat ini, kata Aziz, pasar ban Indonesia sudah mencapai 170 negara, yang meliputi negara-negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Afrika, Asia, bahkan di Oseania. Sementara itu, ban yang menjadi produk ekspor sudah bukan hanya ban mobil penumpang saja. Namun juga ban roda dua, seperti ban sepeda dan sepeda motor.
“Sekarang ini yang diekspor bukan cuma ban mobil penumpang saja. Ada juga ban truk, ban sepeda motor, ban sepeda. Itu tidak lain karena kualitas ban kita tidak jauh beda dari ban buatan Cina, India, bahkan Jepang,” tambah Aziz.
Sementara itu, hingga akhir 2018 lalu, APBI telah mencatat produksi ban Indonesia mencapai 76.443, dengan jumlah penjuala mencapai 64.415. Angka itu, jelas Aziz, telah mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya, yang mana produksi ban Indonesia adalah sekitar 75.700 unit, dengan penjualan hanya mencapai 60.090 unit.