Menlu RI Desak Uni Eropa Perlakukan Minyak Kelapa Sawit Secara Adil

Menlu RI Desak Uni Eropa Perlakukan Minyak Kelapa Sawit Secara Adil

Jakarta – Pemerintah Indonesia menilai permintaan ke Uni Eropa untuk memperlakukan minyak kelapa sawit secara adil adalah wajar. Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN dan Uni Eropa ke-23 yang diselenggarakan secara virtual.

“Permintaan Indonesia kepada Uni Eropa untuk memperlakukan minyak kelapa sawit secara adil adalah permintaan yang wajar. Indonesia tidak mengorbankan kelestarian lingkungan hanya untuk mengejar pembangunan ekonomi,” ujar Retno dalam keterangannya, Selasa (1/2/2020).

Dijelaskannya, jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yang menggunakan lahan sebesar 278 juta hektare, kelapa sawit hanya menggunakan 17 juta hektare. Penggunaan lahan kelapa sawit memiliki hasil yang efektif dibandingkan minyak nabati lainnya.

Retno menyampaikan Asia Tenggara merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan menyumbang 89% produksi dunia. Minyak kelapa sawit memegang peran penting dalam meraih Target Pembangunan Berkelanjutan/SDGs. Industri ini telah menyediakan 26 lapangan pekerjaan di kawasan.

Lebih dari 40% perkebunan sawit dikelola oleh petani kecil di ASEAN. Di Indonesia, industri ini telah menekan angka kemiskinan sebesar 10 juta dan berkontribusi pada devisa sebesar USD 23 miliar tahun 2019.

Komisi UE pada bulan Maret 2019 meloloskan aturan pelaksanaan (delegated act) atas Renewable Energy Directive/RED II. Dalam dokumen tersebut, Komisi UE menyimpulkan kelapa sawit mengakibatkan deforestasi besar-besaran secara global dan berencana menghapus secara bertahap penggunaan kelapa sawit hingga 0% pada tahun 2030.

“Indonesia menekankan bahwa pemulihan ekonomi pascapandemi dalam konteks perlindungan lingkungan hidup menjadi kepentingan dan komitmen bersama. Minyak sawit yang ramah lingkungan adalah bagian komitmen Indonesia, dan Uni Eropa perlu menerapkan prinsip keadilan dalam isu ini,” ujarnya.

Di ASEAN, komoditas ini mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan yang mendorong lapangan pekerjaan bagi 26 juta orang. Sebab sebanyak 40% perkebunan sawit juga dikelola oleh petani kecil. Industri sawit bernilai 19 miliar USD.

Ia mengatakan untuk meningkatkan pemahaman bersama dan menjembatani kebijakan yang lebih baik serta rasa percaya terhadap industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, disepakati dibentuk Joint Working Group (JWG) yang membahas minyak nabati dalam konteks berimbang dengan kelapa sawit.

“Saya menyambut baik rencana penyelenggaraan pertemuan pertama JWG tersebut pada bulan Januari 2021” ujar Retno.

“Indonesia menekankan bahwa kemitraan ASEAN dan EU ke depan perlu terus menjunjung prinsip saling menguntungkan bagi kedua kawasan, setara dan non-diskriminatif untuk dapat membangun peningkatan kemitraan ASEAN dengan UE yang strategis,” imbuh Retno.

Sebagai informasi, dalam pertemuan yang dihadiri 10 Menlu ASEAN dan 23 Menlu dari negara-negara Uni Eropa tersebut, para Menlu ASEAN dan Uni Eropa menegaskan komitmen bersama untuk mendorong prinsip mutilateralisme baik dalam pengadaan vaksin, peningkatan perdagangan kedua kawasan, pemulihan ekonomi dan perlindungan lingkungan hidup.

Telah dibahas juga berbagai tindak lanjut dari pending issues dalam kemitraan, antara lain finalisasi pembahasan menuju negosiasi FTA, finalisasi CATA (Comprehensive Air Transport Agreement), dan implementasi dari Plan of Action 2018-2022, serta implementasi Joint Statement on Connectivity

Hasil utama dari pertemuan ini adalah kesepakatan kedua pihak untuk meningkatkan kemitraan ASEAN-Uni Eropa menjadi kemitraan strategis, dalam rangka peningkatan hubungan dan kerja sama di berbagai bidang. Pertemuan ini juga menghasilkan 2 outcome document, yaitu ASEAN-EU Joint Ministerial Statement on Connectivity, dan Co-Chair’s press release.

(akn/ega)