WE Online, Jakarta – Secara general, serangan dan black campaign oleh haters sawit terhadap industri perkebunan kelapa sawit Indonesia telah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir. Meskipun demikian, tuduhan, serangan, bahkan isu negatif terkait kelapa sawit tersebut terus ditepis melalui fakta, data, dan hasil riset yang makin gencar dilakukan dan dipublikasikan.
Sangat jelas bahwa dari berbagai kajian dapat disimpulkan, minyak kelapa sawit terbukti lebih efisien dalam penggunaan lahan dan hasil panen dibandingkan jenis minyak nabati lain seperti kanola/rapeseed, bunga matahari, maupun kedelai. Tidak hanya itu, dari aspek sosial, industri perkebunan kelapa sawit Indonesia mampu menyerap lebih dari 17 juta tenaga kerja langsung maupun tidak langsung dan berperan khusus dalam peningkatan taraf hidup petani kelapa sawit.
Ditinjau dari aspek lingkungan, kelapa sawit terbukti efisien dalam penggunaan pestisida maupun obat kimia lainnya yang dapat merusak lingkungan. Bahkan, minyak kelapa sawit Indonesia telah memenuhi 12 poin dari 17 poin SDGs (Sustainable Development Goals) yang ditetapkan.
Fakta tersebut berhasil diungkap dalam kajian Kementerian Luar Negeri Indonesia melalui CGEs (Computable Equilibrium Models) dalam aplikasi GTAP (Global Trade Analysis Project). Mengingat betapa positifnya keberadaan kelapa sawit untuk kepentingan domestik dan global, sudah selayaknya black campaign tersebut berubah menjadi white campaign yang menghapuskan diskriminasi sawit atas minyak nabati lainnya.
Untuk mencapai hal tersebut, hasil kajian Kementerian Luar Negeri RI merekomendasikan agar dibentuk pendekatan strategic communication yang holistik untuk memerangi black campaign terhadap minyak kelapa sawit. Pendekatan tersebut dibangun dengan mempertimbangkan profil, demografi, dan persepsi publik dari masing-masing negara target.
Diplomasi sawit perlu diterapkan untuk membuka dan menjamin akses pasar bagi minyak kelapa sawit Indonesia dengan melakukan pendekatan diplomasi ke negara-negara tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit, seperti India dan China.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum