Penyesuaian Tarif Baru Pungutan Ekspor Dorong Hilirisasi Industri Sawit Nasional

https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2020/12/09/1251606/670x335/penyesuaian-tarif-baru-pungutan-ekspor-dorong-hilirisasi-industri-sawit-nasional.jpg

Merdeka.com – Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo menyambut baik keputusan pemerintah atas penyesuaian tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Menurutnya, dengan penyesuaian tarif baru itu memicu hilirisasi di industri kelapa sawit nasional. Mengingat tarif baru ditetapkan secara progresif dengan 15 klasifikasi tarif untuk 24 kelompok produk sawit dan turunannya.

“Jadi, kami secara umum dari GIMNI menyampaikan apresiasi positif dan mendukung penuh atas PMK 191 tersebut karena mendukung kebijakan terkait hilirisasi. Tarif pungutan baru ekspor sawit dengan besaran maksimum USD 255 per ton tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 191/ PMK.05/2020. PMK No 191 diundangkan pada 3 Desember 2020 yang berlaku mulai 10 Desember 2020,” ujar dia dalam webinar berkaitan Pungutan Ekspor Sawit, Rabu (9/12).

Dalam beleid tersebut, Kementerian Keuangan menetapkan 15 ambang batas harga CPO atau klasifikasi tarif, dengan kisaran harga USD 670-995 per ton. Sementara dalam aturan sebelumnya, PMK No 57 Tahun 2020 yang berlaku 1 Juni 2020, tidak diatur tentang ketentuan ambang batas penentuan pungutan ekspor sawit.

Misalnya, penetapan pungutan ekspor berdasarkan PMK No 191, jika ambang batas harga CPO di bawah atau sama dengan USD 670 per ton, pungutan ekspor untuk komoditas CPO ditetapkan sebesar USD 55 per ton. Apabila ambang batas di atas USD 670-695 per ton maka pungutan ekspor yang dikenakan USD 60 per ton. Jika ambang batas di atas USD 695 -720 per ton maka pungutan ekspor yang dikenakan USD 75 per ton.

“Demikian seterusnya hingga ambang batas tertinggi di atas USD 995 per ton, berarti pungutan ekspor untuk komoditas CPO adalah sebesar USD 255 per ton. Semakin ke hilir produk sawit tersebut maka pungutan ekspor yang dikenakan semakin kecil,” tutupnya.

Berlaku Mulai 10 Desember

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman mengatakan, penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang diketuai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020.

“Nantinya besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya akan ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB),” ujar dia dalam webinar bersama Kemenko Perekonomian, Selasa (8/12).

Dia menyebut, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional. Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.

“Sehingga kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini,” tutupnya.

[idr]