Jakarta, CNBC Indonesia – Harga komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) berhasil menguat kembali pekan ini meski hanya diperdagangkan selama 3 hari. Minyak nabati mampu melesat pada perdagangan hari terakhir pekan ini Rabu (12/5/2021) menyongsong libur Idul Fitri yang jatuh pada hari Kamis dan Jumat.
Harga kontrak CPO pengiriman Juli saat ini berada di level harga RM 4.506/ton atau melesat 1,78% dan berhasil menyentuh level tertinggi barunya dalam 13 tahun terakhir.
Minyak sawit di Bursa Malaysia yang melonjak juga dibarengi oleh melonjaknya sawit di bursa Chicago Board of Trade dan Bursa Dalian dan cenderung defensif karena produksi Mei bisa naik sedikit karena kurangnya tenaga untuk panen.
Adapun di Bursa Dalian, kontrak kedelai paling aktif, Dalian DBYcv1 dan kontrak minyaksawitnya DCPcv1 keduanya naik 3%. Sementara Harga kedelai di Chicago Board of Trade BOcv1 naik 1,4%.
“Situasi sangat ketat sehingga penyuling membeli kembali sawit di pasar untuk memenuhi kewajiban penjualan mereka, dengan kedatangan minyak sawit mentah dari pabrik penggilingan terhenti,” kata Paramalingam Supramaniam, direktur komoditas di perusahaan trading komoditas Pelindung Bestari.
Trader kini menanti rilis laporan Perkiraan Permintaan dan Penawaran Pertanian Dunia yang akan dirilis pada hari ini untuk menunjukkan tekanan pasokan hingga 2022.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) akan memberikan prospek global pertamanya untuk pertanian biji-bijian dan kedelai pada tahun 2021/2022 dan memperbarui perkiraan tahun 2020/2021 dalam laporan tersebut.
Kenaikan harga yang signifikan diakibatkan oleh ekspektasi ketatnya pasokan di negara-negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia. Namun baru-baru ini Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) melaporkan stok bulan April naik 7,1% dibanding bulan sebelumnya menjadi 1,55 juta ton.
Di saat yang sama produksi CPO juga naik 7% dibanding bulan sebelumnya menjadi 1,52 juta ton. Ekspor minyak sawit naik 12,6% menjadi 1,34 juta ton di bulan April jika mengacu pada data MPOB.
Hal ini berbeda dengan ekspektasi analis yang disurvei Reuters. Stok diperkirakan turun 0,27% menjadi 1,44 juta ton. Produksi naik 8,9% menjadi 1,55 juta ton dan ekspor meningkat 10% menjadi 1,3 juta ton.
Bagaimanapun juga kenaikan harga minyak sawit juga sudah sangat tinggi. Naiknya harga yang kencang akan memberikan berbagai konsekuensi. Mulai dari pergeseran permintaan maupun kurang ekonomisnya untuk beberapa proyek seperti program biodiesel yang tengah digenjot di negara-negara produsen.
Namun pelaku pasar tetap mengantisipasi ketatnya pasokan yang tercermin dari rendahnya stok yang bakal mendongkrak harga hingga paruh pertama tahun ini sebelum produksi kembali pulih pada paruh kedua.
MIDF Research mempertahankan proyeksi positifnya di sektor perkebunan dengan perkiraan harga CPO sebesar RM 3.000 per ton untuk tahun ini.
Dalam catatannya, dikatakan bahwa lanskap pasar CPO yang ada akan menyebabkan kenaikan harga yang kuat, karena diyakini tingkat persediaan minyak sawit yang lemah di Malaysia.
MIDF mengantisipasi ketatnya pasokan kedelai yang akan memicu penguatan harga kedelai, yang pada akhirnya akan mendorong harga jual CPO lebih tinggi.
“Kami memperkirakan tingkat persediaan akan tetap di bawah level dua juta mengingat periode produksi yang lebih lambat. Kami juga yakin situasi ketatnya pasokan minyak sawit kemungkinan akan tetap ada hingga kuartal kedua tahun keuangan 2021 (2QFY21), mengingat output yang lebih lemah.” tulis MIDF sebagaimana diwartakan Reuters.
Namun, perusahaan riset lain yakni Kenanga Research, telah mempertahankan peringkat ‘netral’ di sektor perkebunan dengan perkiraan harga CPO 2021 yang tidak berubah tetapi yakin puncaknya akan segera terjadi.
Pada bulan Mei, Kenanga Research memproyeksikan pertumbuhan produksi meningkat sebesar 4,6% secara bulanan. Hal ini karena Malaysia Timur melanjutkan tren pertumbuhannya dan ekspor meningkat sebesar 19,6% menjelang musim perayaan Islam dan potensi kegiatan restocking dari Cina dan India.
“Kami memperkirakan total permintaan melebihi total pasokan yang mengarah ke stok akhir yang lebih rendah sebesar 1,46 juta ton setara dengan penurunan 5,6% juta ton,” katanya.
TIM RISET CNBC INDONESIA